Oleh : Shamsi Ali*
Sabtu Lalu,
27 Juni pagi WIB, saya menyampaikan hikmah Halal Bihalal pada acara
pembukaan Pertemuan Cendekiawan Bugis Makassar se-Dunia melalui media online.
Acara yang dihadiri oleh lebih seribuan peserta itu juga dihadiri oleh
tokoh-tokoh nasional Sul-Sel, seperti JK, Yasin Limpo, dan lain-lain.
Hadir juga memberikan sambutan di acara
pembukaan Gubernur Sul-Sel, Prof. Dr. Nurdin Abdullah. Sementara mantan wakil
Presiden, Bapak Jusuf Kalla, hadir sebagai pembicara utama (keynote) sekaligus
membuka acara secara resmi.
Dalam ceramah saya sampaikan terima kasih
dan penghargaan, sekaligus kebahagiaan bisa hadir bersama para tokoh dan
Cendekiawan Bugis Makassar se-Dunia. Saya juga menyampaikan bahwa pertemuan ini
adalah upaya untuk menggali (uncover) potensi-potensi tersembunyi dari daerah
dan putra-putrì daerah.
Warga Bugis Makassar, sebagaimana setiap
daerah di Nusantara, memilki keunikan tersendiri. Mereka memiliki keuletan dan
motivasi kerja, serta mental saing yang dibangun di atas keberanin yang tinggi.
Falsafah “siri” yang biasanya ditandai oleh “badi’” atau keris menggambarkan
keberanian itu.
Karenanya pertemuan Cendekiawan ini bisa
mengarahkan potensi ini ke arah yang positif dan maksimal, sebagai bagian dari
upaya untuk memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa dan dunia.
Era Baru bukan kebiasaan lama
Selanjutnya Saya menyampaikan bahwa
memasuki era baru yang disebut “new normal” kiranya tidak dipahami secara
simplistik sebagai sekedar kembali kepada kehidupan normal Seperti sebelum pandemi Covid 19. Karena sesungguhnya
itu bukan “new” tapi “old” normal. Bukan memasuki normal yang baru. Justeru
kembali ke normal lama.
Maka dalam pandangan saya untuk menjadikan
suasana pasca Covid 19 sebagai era baru hendaknya dilakukan penataan atau
pembaharuan minimal pada 4 hal kehidupan manusia.
Pertama, Era baru menuntut sebuah sikap
mentalitas yang solid.
Peristiwa Covid 19 ini menjadikan memasuki situasi dunia yang pastinya jauh
berbeda dari sebelumnya. Terjadi perubahan drastis yang boleh jadi di luar
kontrol normal manusia. Dan karenanya
manusia akan rentang goyah ketika tidak memiliki mentalitas yang solid.
Perubahan-perubahan yang terjadi hampir
dalam semua aspek kehidupan itu menjadikan manusia terombang-ambing, dan
konsekwensinya boleh saja merasa kalah sebelum dikalahkan. Atau sebaliknya
terbawa arus perubahan sehingga kehilangan jati diri dan identitasnya.
Cara terbaik untuk membangun mentalitas
solid adalah dengan berpegang teguh kepada nilai-nilai keimanan. Keimanan
kepada Tuhan adalah fondasi hidup. Karena itu bangsa Indonesia memang terbangun
di atas nilai keimanan kepada Tuhan. Hidup dan matinya Indonesia juga
tergantung kepada nilai-nilai Ketuhanan itu.
Dengan mentalitas solid, warga Bugis
Makassar akan memasuki perubahan, tidak saja bahwa mereka tidak terpengaruh.
Tapi justeru mereka yang harus menjadi agen perubahan itu.
Kedua, untuk memasuki era baru secara efektif diperlukan keilmuan yang
bersifat inovatif dan pro-aktif.
Perubahan drastis yang terjadi dalam hidup
manusia pasca Covid 19 ini menuntut sikap yang antisipatif, sekaligus wawasan
keilmuan yang inovatif dan pro-aktif.
Satu di antaranya adalah wawasan keilmuan
itu adalah keilmuan di bidang agama. Di mana para Ulama diharapkan, bahkan
diharuskan untuk tidak lagi pasif dalam memahami ayat-ayat Al-Quran dan
sumber-sumber keilmuan Islamlainnya. Tapi dengan pemahaman Yang inovatif dan
pro-aktif tadi.
Sebenarnya pemahaman inovatif dan pro aktif
ini bukan sesuatu yang baru. Karena sesungguhnya tabiat ajaran Islam Itu
sendiri memang demikian adanya. Bahwa agama ini adalah agama yang mengedepankan
semangat inovatif dan pro-aktif itu.
Artinya bahwa ajaran Islam itu harus selalu
menghasilkan pemikiran-pemikiran dan karya-karya inovatif yang diperlukan oleh
zamannya, dan terjadi karena adanya wawasan antisipatif dan pro-aktif tadi.
Pro-aktif berarti bahwa Islam dan keilmuan
Islam harusnya tidak lagi bersifat
konvesional. Tapi justeru ada dobrakan yang bersifat aktif sebagai solusi dari
masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia.
Satu dari contoh yang saya selalu berikan
adalah pemahaman tentang perintah Zakat. Bahwa perintah Zakat tidak difahami
secara convensional dan pasif. Dalam arti dipahami sebagai perintah
mengeluarkan 2.5 persen dari harta kita.
Dengan pemahaman inovatif dan pro aktif,
Zakat harus dipahami Sebagai perintah untuk memberdayakan atau menguatkan
perekonomian Umat. Sebab hanya dengan perekonomian yang kuat Umat akan mampu
memberikan Zakatnya.
Demikian pula ayat yang mengatakan “balik dari setiap kesulitan ada kemudahan”.
Ayat ini harus dipahami sebagai kewajiban bagi Umat ini untuk selalu
menginisiasi upaya kemudahan di saat ada kesulitan. Covid 19 misalnya menantang
Umat ini untuk bangkit dan mencari solusinya. Bukan menunggu orang lain untuk
menemukan solusi itu.
Ketiga, era baru itu juga berarti memasuki
sebuah era dengan karakter dan prilaku yang baru. Tentu karakter baru yang
dimaksud adalah adanya perubahan karakter yang lebih positif.
Karakter yang dimaksud tidak saja pada
tataran individual atau pribadi (fardi). Tapi juga tidak kalah pentingnya era
baru ini merubah karakter sosial kemasyarakatan kita (social behaviors).
Kita mengharapkan musibah Covid 19 merubah
pola prilaku lama yang semrawut, tidak disiplin, malas, lambang, dan ragam
karakter yang menjadikan Umat ini terbelakang dan termarjinalkan.
Dari karakter yang kurang bisa mengontrol
diri, mudah meledak, terbawa arus emosi lingkungan, dan lain-lain yang
menjadikan umat ini mudah terjatuh ke dalam perangkap orang lain untuk
dijadikan mangsanya.
Dengan era baru yang membawa perubahan itu
Umat ini harusnya mampu membawa penyesuaian-penyesuaian yang tidak lagi
biasa-biasa. Tapi membangun karakter responsive yang bersifat Ekstra ordinary.
Jika tidak maka Umat akan menjadi mainan
bahkan korban dari perubahan-perubahan baru. Umat akan berada dalam suasana
kebingungan, lemah dan ketakutan, bahkan keputus asaan.
Intinya perlu perombakan karakter, baik
pada tataran individu maupun pada tataran kolektif keumatan kita.
Keempat, memasuki era baru Umat dituntut
untuk membangun wawasan global (global mindset).
Peristiwa Covid 19 mengharuskan Umat untuk
sadar tentang dunia kita yang sangat berbeda. Salah satunya menguatkan lagi
bahwa dunia kita adalah dunia global yang unik dengan karakternya yang jauh
berbeda.
Dunia global kita itu ditandai oleh banyak
hal. Tiga di antaranya yang paling dominan; kecepatan (speed) ketergantungan
(Interconnectedness), dan persaingan (competition).
Dengan kamajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya di bidang informasi, segala sesuatu mengalami kecepatan
yang luar biasa. Peristiwa di sebuah kampung terpencil di bumi Nusantara boleh
jadi orang lain di bumi Amerika tahu pada waktu bersamaan. Hal itu karena media
informasi yang bersifat digital yang
dapat diakses dalam kerlipan mata (blink of eyes).
Karena kecepatan informasi tersebut
menjadikan dunia kita seolah semakin kecil. Dunia ini seolah sebuah kampung
kecil (small village) bersama manusia. Bahkan seolah rumah bersama (shared
home) semua manusia. Karenanya manusia mau tidak mau, sadar atau tidak,
sesungguhnya memiliki ikatan ketergantungan yang sangat dekat.
Artinya tidak satu manusia atau kelompok
manusia bisa hidup tanpa yang lain. Dan karenanya pilihan manusia hanya satu.
Yaitu membangun kerjasama (partnership) dalam kepentingan bersamanya (common
interest).
Dalam situasi ketergantungan itu pula
masing-masing manusia atau kelompok manusia berusaha untuk menjadi yang
terbaik, terkuat dan termaju. Maka terjadilah kompetisi yang maha dahsyat di
antara kelompok-kelompok manusia itu.
Maka Umat dipaksa untuk mengambil bagian
dari kompetisi itu dan harus menang. Atau menjadi penonton yang akhirnya hanya
akan menjadi korban-korban kompetisi yang semakin dahsyat dan juga kejam.
Semua realita di atas sesungguhnya bukan
barang baru dalam ajaran Islam. Karena memang Islam adalah agama dengan
konsep-Konsep universal. Tuhan, nabi, Kitab suci agama ini semuanya bersifat
universal.
Tapi juga agama ini memang telah
dipersiapkan untuk semua keadaan di atas. Mungkin yang paling dekat
menyimpulkan semua itu adalah ayat ke 13 dari Surah Al-Hujurat:
“Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki dan seorang wanita. Lalu Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal. Sesungguhnya yang
paling mulia d antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sungguh
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Semoga musibah Corona atau Covid 19 memang
mendatangkan “new normal”. Sesuatu yang baru dan lebih baik. Bukan sekedar
kembali ke normal lama atau “old normal” seperti sebelum pandemi terjadi.
Semoga!
New York, 29 Juni 2020
* Presiden Nusantara Foundation USA.
Tidak ada komentar