Teropongtimeindonesia-Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tetap bisa menentukan kebijakan jelang berakhirnya masa jabatan pada 16 Oktober 2022. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Biro Hukum DKI Jakarta, Yayan Yuhana. Bahkan Yayan menegaskan bahwa hal tersebut tak menyalahi aturan.
“Gubernur memiliki tugas dan tanggung jawab, termasuk dalam mengambil kebijakan
menurut aturan berlaku,” terang Yayan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetio
Edi Marsudi dan Anggota Fraksi PDI Perjuangan menyatakan, Gubernur Anies
dilarang membuat kebijakan strategis jelang satu bulan terakhir masa jabatan.
Prasetio menjelaskan sebulan terakhir yang dimaksud terhitung setelah rapat
paripurna pengumuman pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta
yang digelar hari ini 13 September, hingga 16 Oktober 2022.
Menurut Yayan, jika larangan tersebut didasarkan pada pasal 71 ayat (2) dan (3)
UU No.10/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi
Undang-Undang, maka Undang-undang tersebut tidak membuat Gubernur Anies
menyalahi aturan.
“Karena ketentuan dalam pasal tersebut dikhususkan untuk kepala daerah yang
akan mengikuti seleksi pemilu, sedangkan tahun 2022 tidak ada pemilu,” ungkap
Yayan.
Selain itu berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2014,
tidak terdapat pengaturan mengenai tugas dan wewenang Gubernur selama (1) satu
bulan masa jabatan berakhir. Dengan demikian dapat disimpulkan tugas dan
wewenang Gubernur tetap mengacu kepada Pasal 65 UU No.23/2014.
“Karena itu ketentuan ini atau ketentuan lainnya yang ada pada rezim pengaturan
pemilihan Gubernur, tidak dapat dijadikan dasar atau diberlakukan kepada
Gubernur dalam jabatan normal dan tidak sedang mengikuti pelaksanaan pilkada
(peserta pilkada),” tegas Yayan.
Adapun ketentuan tersebut bersifat khusus (lex spesialis) dalam kaitannya
dengan pembatasan pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur pada masa pemilihan
Gubernur. Hal ini diperjelas dengan klausul pasal 71 ayat (5) yang
menyebutkan dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati,
dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai
sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Selain itu, Yayan juga menyatakan bahwa Paripurna terkait Pengumuman
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang masa jabatannya
berakhir pada 2022 oleh DPRD DKI Jakarta, hanya merupakan rangkaian proses
administrasi semata.
“Paripurna hanya sebagai rangkaian proses administrasi untuk pengumuman
pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur. Tidak ada kewenangan yang berubah
atau berkurang, semua masih sama,” tandas Yayan.
Edwin Asmara
Tidak ada komentar