Teropongtimeindonesia-Jakarta Rencana Pemerintah Jokowi untuk meminta maaf dan memberi santunan kepada Keluarga PKI ditolak mentah-mentah oleh anak ketiga dari Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani, Amelia Yani mengaku marah atas terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) dan Instruksi Presiden (Inpres) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang seolah-olah pemerintah meminta maaf kepada anak hingga keturunan dari anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
![]() |
Amelia Yani |
Adapun Keppres yang diterbitkan yaitu Keppres Nomor 17 Tahun
2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi
Manusia Yang Berat Masa Lalu dan Keppres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim
Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak
Asasi Manusia Yang Berat.
Sementara Inpres yang diterbitkan Jokowi yaitu Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat.
Amelia menyebut salah satu aturan yang membuatnya tidak terima adalah Inpres Nomor 2 Tahun 2023. Salah satunya terkait pemerintah memberikan santunan dan bantuan kepada keturunan PKI .
“Di 2023, Inpres-nya yang keluar yaitu instruksi presiden kepada 18 lembaga kementerian yang harus memberikan bantuan dan santunan kepada anak-anak, cucu, dan keturunan PKI. Itu yang membuat kami itu, kami berusaha ketemu nggak bisa, tiba-tiba ditandatangani, jadi kayak kita dikesampingkan sama Presiden RI,” ujarnya.
Lewat Inpres itu, Amelia juga mengatakan bahwa peristiwa G30S adalah
kesalahan dari TNI dan bukannya PKI
Hal ini, katanya, mengutip dari pernyataan anak dari Ketua PKI DN
Aidit, Ilham Aidit yang disampaikannya di sebuah acara di stasiun televisi
swasta nasional.
“Jadi Ilham di situ mengatakan bahwa dengan adanya Inpres
menunjukan bahwa pemerintah meminta maaf kepada PKI. Jadi yang salah itu TNI
bukan PKI. Jadi itu yang membuat keluarga Pahlawan Revolusi sangat
berkeberatan,” katanya.
Amelia juga menyebut bahwa pemerintah akan mendanai perbaikan sejarah G30S jika
keluarga Pahlawan Revolusi tidak terima.
“Malah dibilang sekarang ini, silahkan tulis sejarah ulang,
katanya. Ada dananya, itu saya tidak mengerti,” katanya.
Soekarno
Terlibat PKI
Amelia menyebut dirinya memiliki bukti bahwa adanya
keterlibatan Presiden pertama RI, Soekarno dalam peristiwa G30S.
Bukti tersebut, sambungnya, dimiliki dalam bentuk tulisan
tangan dari Ahmad Yani.
“Saya punya bukti tulisan tangan ayah saya yang diantaranya
di situ menunjukan keterlibatan Pemimpin Besar Revolusi dalam peristiwa 1
Oktober 1965. Itu nyata, itu ada, dan itu bukti,” katanya.
Alhasil, Amelia bersama dengan perwakilan dari keluarga Pahlawan Revolusi
menggugat Keppres dan Inpres yang diterbitkan Jokowi ke Mahkamah Agung (MA) agar
dicabut.
Keppres dan Inpres Buat Anak Ahmad Yani Sakit Hati
Pada kesempatan yang sama, anak ketujuh Ahmad Yani, Untung Mufreni Yani mengaku
sakit hati atas terbitnya Keppres dan Inpres tersebut.
Salah satu poinnya yang membuatnya sakit hati adalah adanya aturan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyantuni empat generasi dari keturunan anggota PKI.
Di sisi lain, Untung menyesalkan tidak adanya pelibatan keluarga Pahlawan
Revolusi saat pembahasan terkait Keppres dan Inpres tersebut.
“Paling tidak kita tidak harus jadi timnya lah. Diajak
bicaralah kita,”ungkapnya.
Untung juga mengatakan bahwa terbitnya aturan ini turut
menyakiti umat Islam hingga yang pernah menjadi korban PKI sehingga mereka
pun meminta agar Keppres dan Inpres itu dicabut.
“Nah kalau mau memang adil, ya harus adil semua. Kalau
mereka anak bangsa, kita juga anak bangsa. Jadi jangan seenak-enaknya
saja,¨kata Untung.
Untung tidak
mempermasalahkan ketika keturunan PKI dapat sukses di masa depan.
Namun yang dipermasalahkan yaitu pemerintah yang dianggapnya berat sebelah
dalam penyelesaian peristiwa G30S.
“Saya kerja juga nggak dibantu pemerintah. Anak-anak anggota
PKI yang masuk ke pemerintahan, kabinet, masuk ke DPR, kita nggak ribut, nggak.
Itu hak Anda untuk berjuang.”
“Tapi kalau pemerintahnya berat sebelah, bisa chaos,”Ungkapnya.
Tidak ada komentar