Imam Shamsi Ali*
“Hilangnya sense of justice dalam masyarakat itulah
yang menyebabkan keresahan bahkan konflik sosial. Pembangunan ekonomi yang
tidak dibarengi dengan menghadirkan rasa keadilan (sense of justice) tidak akan
memberikan rasa nyaman dan ikatan sosial positif (social connection) di antara
anggota masyarakat. Karenanya pembangunan sebuah bangsa memerlukan kebersamaan
dan keseimbangan antara kemakmuran dan keadialn sosial”.
Itu potongan jawaban saya terhadap sebuah pertanyaan
yang disampaikan dalam acara Kajian Muallaf Ahad pagi secara virtual. Sang
penanya mempertanyakan berbagai “ketidak adilan” dalam penanganan banyak hal
dalam kehidupan bermasyarakat.
Keadilan (al-‘adl) memang sesuatu yang sangat esensi
dan mendasar dalam kehidupan manusia. Ketika berbicara tentang relasi manusia
maka penganyam dari relasi itu adalah keadilan. Ketika keadilan rapuh maka
anyaman relasi dalam hidup akan rapuh dan boleh jadi ambruk.
Itulah barangkali salah satu alasan kenapa sifat Allah
dalam keadilan tidak berbentuk kata pelaku (faa’il). Tapi berbentuk kata benda
(ism) “al-‘adl”. Seolah Allah ingin mengatakan bahwa merendahkan keadilan
bermakna seolah merendahkan Allah itu sendiri.
Al-Qur’an juga menegaskan bahwa keadilan itu ditujukan
untuk semua (justice for all). Bukan untuk segelintir elit yang punya daya
tawar (bargaining power). Sementara mereka yang kecil dan termarjinalkan
seringkali hanya menjadi mainan aturan dan ketidak keadilan.
Al-Qur’an bahkan menegaskan bahwa keadilan itu harus
ditegakkan tanpa mengenal batas cinta dan benci. Jika musuh punya hak keadilan
maka keadilan harus berpihak kepada musuh.
“Jangan karena kebencian kalian kepada sebuah kaum
menjadikan kalian tidak adil. Berbuat adillah karena itulah ketakwaan” tegas
Al-Qur’an.
Keadilan itulah yang menjadikan Muhammad SAW siap
menegakkan hukum bahkan kepada putri tercinta jika melanggar hukum. “Kalau
sekiranya Fatimah putrì Muhammad mencuri niscaya akan kupotong tangannya”,
tegas beliau.
Komitmen keadilan itulah yang menjadikan Ali (karramallahu
wajhah) menerima keputusan hakim yang memenangkan sang pencuri baju besinya di
pengadilan. Dan komitmen yang sama yang menjadikan Khalifah Umar RA memutuskan
mengajak kaum Yahudi kembali beribadah di Kota tua Jerusalem.
Komitmen keadilan inilah sesungguhnya yang menjadi
cita-cita kehidupan publik (public life) manusia. Termasuk di dalamnya
kehidupan berbangsa dan bernegara. Wajar jika para pendiri bangsa sepakat bahwa
sila penutup (kelima) dari Pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Seolah Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah
itu akan banyak ditentukan wajahnya oleh keadilan sosial. Komitmen ketuhanan
dipertanyakan ketika ketidak adilan merajalela. Demikian pula rasa kemanusiaan
(sense of humanity) dipertanyakan ketika ketidak adilan dibiarkan. Persatuan
akan tercabik dan musyawarah tak akan terwujud ketika sense of justice (rasa
keadilan) tidak ada dalam kehidupan masyarakat.
Karenanya ketenangan, kesatuan, kenyamanan,
ketentraman, dan keamanan dalam hidup kebangsaan akan tercipta ketika keadilan
ditegakkan dengan komitmen dan penuh kesungguhan.
Covid 19 banyak mengajarkan kepada kita bagaimana
komitmen keadilan bisa teruji. Boleh atau tidaknya masyarakat melakukan
kegiatan di masa Covid itu perlu diatur. Karena memang semua kita ingin Covid
segera tertangani secara baik dan tuntas. Tapi jangan pengaturan itu dilakukan
bagaikan membelah bambù. Ada yang ditekan, ada yang diangkat.
Ingat, negara hadir untuk menjamin keadilan sosial bagi
seluruh, bukan segelintir, rakyat Indonesia. Karenanya kemakmuran tidak diukur
oleh gedung-gedung pencakar langit. Tapi bagaimana semua orang di antara
gedung-gedung itu merasakan kemakmuran bersama.
Kemakmuran dan keadilan adalah dua sisi mata uang yang
tak terpisahkan. Keduanya yang akan mengantar kepada ketentraman (peace) dan
kebahagiaan (happiness) yang menjadi cita-cita hidup semua orang.
Akhirnya memang disadari, di Amerika saja perjuangan mewujudkan
“justice for all” adalah proses berkelanjutan. Dan diakui hingga saat ini
proses itu masih berlanjut dan kerap menjadikan gesekan sosial.
Maka saudaraku di Indonesia, lanjutkan perjuangan untuk
mewujudkan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat” di negeri tercinta!
Queens, 21 Februari 2022
* Presiden Nusantara Foundation
Tidak ada komentar