Teropongtimeindonesia-Jakarta – Bareskrim Polri mengungkapkan, Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menerima donasi sebesar Rp 2 triliun sejak 2005. Namun, sebanyak Rp 450 miliar dipotong untuk operasional lembaga kemanusiaan tersebut.
“Sehingga total donasi yang masuk ke yayasan ACT dari
tahun 2005 sampai tahun 2020 sekitar Rp 2 triliun. Dan dari Rp 2 triliun ini
donasi yang dipotong senilai Rp 450 miliar atau sekitar 25 persen dari seluruh
total yang dikumpulkan,” kata Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan
dalam konferensi pers, Jumat (29/7/2022).
“Dengan alasan operasional, di mana sumber anggaran
operasional didapat dari pemotongan yang dilakukan oleh pengurus yayasan,”
sambungnya.
Lebih lanjut Ahmad menjelaskan, ACT sejak 2015 hingga
2019 melakukan pemotongan dana donasi sebesar 20 sampai 30 persen. Sedangkan
sejak 2020 hingga sekarang dipotong sebesar 30 persen.
“Pada tahun 2015 sampai 2019 dasar yang dipakai oleh
yayasan untuk memotong adalah surat keputusan dari pengawas dan pembina ACT
dengan pemotong berkisar 20-30 persen. Kemudian pada tahun 2020 sampai sekarang
berdasarkan opini komite dewan syariah Yayasan ACT pemotongannya sebesar 30
persen,” katanya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan Presiden
ACT Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin sebagai tersangka kasus dugaan
penggelapan dana donasi. Ahyudin dan Ibnu Khajar serta dua tersangka lainnya
terancam hukuman 20 tahun penjara.
“Kalau TPPU sampai 20 tahun,” kata Wadirtipideksus
Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7).
Dua tersangka lainnya, yakni Hariyana Hermain,
merupakan salah satu pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT,
termasuk mengurusi keuangan. Ada juga tersangka lain, yakni Novariandi Imam
Akbari (NIA) selaku Ketua Dewan Pembina ACT.
Keempatnya pun disangkakan Pasal Tindak Pidana
Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi
dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan dan/atau Tindak Pidana
Pencucian Uang Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, lalu Pasal 374 KUHP.
Redaksi
Tidak ada komentar