Oleh : Dodi Karnida
Sering kita membaca/mendengar berita bahwa nelayan/pelaut kita yang bekerja untuk majikan Malaysia maupun majikan Indonesia sendiri, jika sedang berlayar di perairan antara Indonesia-Malaysia dan Filipina Selatan, disandera oleh gerombolan asal Filipina Selatan. Jika hal ini terjadi, tentu keluarganya maupun pemerintah menjadi repot guna pembebasannya sementara majikan maupun pemerintah Malaysia tenang-tenang saja karena merasa mereka tidak memiliki kepentingan yang signifikan. Dari sudut kita; tentu kondisi ini tidak boleh dibiarkan terus terjadi karena seolah tenaga, keringat bahkan tetesan darah warga kita yang telah turut mendongkrak perekonomian Malaysia itu tidak dihargai sama sekali dan kalau toh juga mereka digaji oleh majikan Malaysia, sering tidak dengan jumlah yang adil. Sebagai sesama anak bangsa, tentu kita terusik dengan kondisi seperti itu dan hal seperti ini seharusnya tidak pernah terjadi lagi.
Sebagai upaya pemerintah atas hal tersebut, hari ini Selasa (01/11/22) di Kantor Gubernur Kalimantan Utara dilakukan rapat kordinasi yang diinisiasi Kantor Kemenko Polhukam dengan tema “Upaya Perlindungan Dan Pencegahan Penyanderaan WNI Yg Bekerja dan Tinggal Di Wilayah Sabah-Malaysia Serta Kepulangannya Ke Indonesia Tahun 2022”. Rapat yg dihadiri antara lain oleh Heni Hamidah Kepala Perwakilan (Konsulat R di Tawau-Malaysia), Kepala BIN Daerah, Kakesbangpol, Washington Saut Dompak Kepala Kantor Imigrasi Nunukan, Radyan Kasi Intelijen Kanim Tarakan, dibuka oleh Asisten I Bidang Pemerintahan Datu (Dt) Iqro Ramadhan.
Dalam sambutannya antara lain dinyatakan bahwa kita sebenarnya memiliki posisi yg kuat di hadapan pemerintah maupun pengusaha Malaysia sehingga kita seharusnya dapat melindungi sepenuhnya hak-hak yg dimiliki oleh para Pekerja Migran Indonesia itu. Selanjutnya Marsma Andy Taufik Asisten Deputi Bidang Kordinasi Intelijen Pertahanan Negara Kemenko Polhukam menyampaikan latar belakang, maksud dan tujuan dilaksanakannya rapat dimaksud. Dipaparkannya bahwa sejak tahun 2013 telah terjadi 13 kali penculikan dan penyanderaan atas pelaut kita oleh gerombolan yg berasal dari Filipina Selatan. Sementara itu, menurut datanya, PMI yg meninggal di dalam Depo Imigresen Malaysia berjumlah sebanyak 18 orang dan hal ini sangat memprihatinkan sehingga harus dibuat rencana aksi solusi supaya hal seperti itu, tidak berulang kembali. Dalam presentasinya, Marsma Andy juga memutar video tentang para pelaut/nelayan kita yg sebenarnya ingin bekerja di Indonesia agar tidak berjauhan dengan anak isteri dan cukup dengan modal KTP (tanpa harus memiliki paspor, izin kerja dan izin tinggal dari Imigrasi Malaysia), namun mereka bingung jika kembali ke Indonesia karena lapangan pekerjaan yg tidak jelas.
Terhadap kelangkaan lapangan pekerjaan bagi mereka itu, Kemenko Polhukam memiliki program rintisan bagi mereka antara lain menyiapkan lapangan pekerjaan yg masih berhubungan erat dengan profesi nelayan yaitu budidaya rumput laut untuk kepentingan ekspor. Proyek ini akan melibatkan berbagai pihak baik swasta maupun instansi pemerintah seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dalam kesempatan yg sama Heni Hamidah menyampaikan bahwa jumlah WNI yg terdata di wilayah akreditasi Konsulat RI Tawau yg terdiri atas 5 distrik seluas 20% dari wilayah Negeri Sabah (80% sisanya merupakan wilayah kerja KJRI Kotakinabalu) yaitu sebanyak 172.167 orang. Dia berasumsi bahwa jumlah WNI sebenarnya bisa 2 atau 3 kali lipat karena ia sering mendapatkan laporan bahwa sampai saat ini masih sering terjadi datangnya ke Sabah para ratusan WNI yg hanya bermodalkan KTP saja alias tanpa paspor melalui setidaknya 18 titik ilegal dari wilayah Nunukan dan Sebatik. Terakhir Heni menyampaikan kekhawatirannya jika yg menjadi korban penculikan, penyanderaan berikutnya dari para gerombolan penculik dengan modus untuk mendapatkan uang tebusan dengan jumlah nilai yg besar itu; merupakan pekerja ladang yg jumlahnya banyak tersebut. Jika hal ini terjadi, tentu energi dan kordinasi yg kuat, harus dimiliki oleh kita. Menurut paparan Asep Ridwan
pengusaha budidaya rumput laut yg berpengalaman menyampaikan bahwa saat ini di Kabupaten Nunukan dan Kota Tarakan telah terdapat industri dimaksud (produksi Kabupaten Nunukan 3.000 ton kering/bulan, terbesar antar kabupaten di Indonesia. Usaha ini memiliki prospek yg menjanjikan karena dari rumput laut itu dapat dibuat berbagai bahan kebutuhan baik untuk kosmetik, obat-obatan, makanan dan lain-lain misalnya sebagai pengganti plastik untuk pembungkus makanan sehingga sangat ramah lingkungan. Kebutuhan dunia sendiri atas rumput laut ini masih sangat tinggi dan Indonesia baru dapat memasok 30% kebutuhan dunia. Data pasokan ekspor pemerintah per tahun adalah 1 juta ton kering, sedangkan data yg dimiliki oleh asosiasi pengusaha rumput laut, sebesar 600 ribu ton kering. Demikian kata Asep Ridwan.
Terkait dengan rencana pemulangan para PMI dari Sabah itu, Yudhi Ardian Kasubdit Asia Tenggara Kemenlu menyampaikan pesan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bahwa para PMI itu jangan dipulangkan terlebih dahulu jika kondisi lapangan pekerjaan di dalam negeri belum siap untuk menampung mereka. Semoga dengan program rintisan ini, sebagian dari permasalahan PMI di Sabah khususnya permasalahan adanya ancaman atas keselamatan jiwa dari penculikan dan penyanderaan terhadap para PMI, dapat ditekan atau dihilangkan sama sekali.
(*Dodi Karnida HA., Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan 2020-2021.)
1 komentar