OLEH : ENI WIDIANINGSIH
SMP NEGERI 3 PAKUHAJI
Jl. Wali Riman Sugri Surya Bahari Tangerang
Tahun 2021
LEMBAR PENGESAHAN
Penelitian ini
ditulis oleh :
Nama : Eni Widianingsih,S.Pd
NIP. : 198411082022212023
Pangkat/Golongan : Penata Muda/III.a
Tempat Dinas : SMP Negeri 3 Pakuhaji
Tahun Penelitian : 2021
Tamgeramg, 11 Oktober 2021
![]()
|
|
ABSTRAK
Eni Widianingsih, 2021. Peningkatkan prestasi belajar matematika melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Kenyataan
di lapangan memberikan gambaran bahwa selama pembelajaran berlangsung sebagian besar
siswa kurang aktif, mereka akan aktif
apabila diberikan tugas, tidak memperhatikan penjelasan guru, banyak siswa yang tidak selesai dalam mengerjakan soal
sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Siswa juga tampak tidak bermotivasi pada pelajaran matematika. Selain tumbuhnya motivasi,
guru juga harus membangkitkan motivasi yang ada dalam diri siswa agar
terangsang untuk mempelajari materi serta ingin memahami pelajaran lebih
lanjut. Penelitian ini merumuskan sebuah permasalahan
Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi lingkaran pada kelas VIII B SMPN 3 Pakuhaji?. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII B SMPN 3 Pakuhaji pada materi lingkaran melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Pembelajaran TPS dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan
idea atau gagasan dengan kata- kata
secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji
ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi
yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi
dan memberi rangsangan untuk berpikir sehingga
bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data-data yang terkumpul
adalah teknik deskriptif komparatif yaitu untuk
membandingkan keberhasilan antar siklus. Teknik analisis data prestasi belajar
siswa menggunakan statistik
sederhana yaitu analisis
Ketuntasan belajar.
Dari hasil analisis data dan pembahasannya, diperoleh kesimpulan Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada materi lingkaran terbukti meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII B SMP Negeri 3 Pakuhaji, Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada materi lingkaran terbukti dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas VIII B SMP Negeri 3 Pakuhaji.
Kata kunci: Kooperatif, TPS (Think, Pair, Share), Prestasi
belajar
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis
panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, taufiq,
inayah dan bimbingan serta kekuatan lahir batin kepada diri peneliti, sehingga
dalam penyusunan tugas akhir perkuliahan berupa skripsi dapat terselesaikan
sebagaimana mestinya melalui proses yang panjang. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan yang baik bagi
seluruh umat.
Penelitian yang berjudul Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Siswa
Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Type Think -Pair-Share (TPS).
Penulis mencurahkan segala
kemampuan untuk menyelesaikan karya tulis ini, penulis juga memiliki rasa
keingintahuan yang besar karena dianugerahi akal oleh sang Maha Pencipta.
Penulis sadar sebagai insan biasa tentu memiliki banyak kekurangan, kelemahan
dan tentunya juga jauh dari kesempurnaan,
Dalam proses penyusunan
penelitian tersebut, peneliti banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan
motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkan peneliti untuk
mengucapkan terima kasih kepada hamba-hamba Allah yang mulia yang telah
membantu peneliti sehingga karya sederhana ini menjadi kenyataan bukan
angan-angan belaka. Peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada:
1.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang
2.
Pengawas Pendidikan Kabupaten Tangerang
3.
Kepala SMPN 3 Pakuhaji
4.
Dewan guru SMPN 3 Pakuhaji
Demikian semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
EnWidianingsih,S.Pd
NIP.19841108202221202
DAFTAR ISI
BAB I:
PENDAHULUAN…………………………………………………………5
A. Latar Belakang..................................................................................... 5
B. Rumusan Masalah................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 7
D. Hipotesis............................................................................................... 7
E. Manfaat Peneltian................................................................................. 7
BAB II: KAJIAN PUSTAKA................................................................................ 9
A. KAJIAN TEORITIS............................................................................ 9
1. Hakekat Matematika........................................................................ 9
2.
Teori Belajar................................................................................... 13
a. Teori Behaviorisme.................................................................. 13
b. Teori Belajar Kognitif
menurut Piaget..................................... 16
c. Teori Belajar Informasi dari Robert Gagne............................. 17
d. Teori Belajar Gestalt................................................................ 18
3.
Pengertian Prestasi
Belajar.................................................................. 22
4.
Pembelajaran Model
Kooperatif tipe TPS.......................................... 25
5.
Sintaks Pembelajaran Model Kooperatif tipe TPS.............................. 33
6.
Materi Pembelajaran Lingkaran.......................................................... 37
a. Pengertian Lingkaran............................................................... 37
b. Unsur-unsur Lingkaran............................................................ 37
c. Keliling Lingkaran................................................................... 39
d. Luas Lingkaran......................................................................... 40
B. KERANGKA BERFIKIR......................................................................... 41
BAB III: METODE PENELITIAN...................................................................... 44
A. Rancangan Penelitian.......................................................................... 44
B. Teknik Pengumpulan
Data.................................................................. 45
C. Subyek dan Lokasi Penelitian............................................................. 46
D. Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 47
E. Teknik Analisis Data........................................................................... 47
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 50
A. Analisa Data Hasil
Prasiklus............................................................... 50
B. Tindakan Siklus I................................................................................ 52
C. Tindakan Siklus II............................................................................... 52
D. Pembahasan......................................................................................... 53
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 56
A. Kesimpulan......................................................................................... 56
B. Saran................................................................................................... 56
Daftar Pustaka....................................................................................................... 57
Lampiran-lampiran................................................................................................. 58
BAB PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya (Suriasumantri, 2003: 190).
Berdasarkan hasil pengamatan pendahuluan ditemukan bahwa selama pembelajaran berlangsung sebagian besar siswa kurang aktif, mereka akan aktif apabila diberikan tugas, tidak memperhatikan penjelasan guru, banyak siswa yang tidak selesai dalam mengerjakan soal sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Siswa juga tampak tidak bermotivasi pada pelajaran matematika. Sehingga guru perlu selalu berupaya menumbuhkan motivasi belajar siswa pada pelajaran matematika. Motivasi belajar adalah salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan pembelajaran (Mulyasa, 2005:112).
Selain tumbuhnya motivasi, guru juga harus membangkitkan motivasi yang ada dalam diri siswa agar terangsang untuk mempelajari materi serta ingin memahami pelajaran lebih lanjut. Melalui demonstrasi penggunaan berbagai bentuk metode pengajaran, siswa merasa ingin tahu lebih jauh tentang konsep yang dipelajarinya dan akan terus berusaha untuk menelaah dan mengetahui konsep tersebut lebih mendalam.
Matematika dianggap sulit, dan saat
pembelajaran matematika siswa cenderung
kurang termotivasi untuk belajar, maka guru harus mengupayakan kemudahan
dalam belajar dengan mempergunakan metode yang sesuai.
Menurut Mulyasa (2005:52)
kemudahan belajar diberikan melalui kombinasi antara pembelajaran individual personal dengan pengalaman lapangan.
Atas dasar pemikiran ini peneliti ingin
melakukan penelitian tentang bagaimana
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think pair share sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi Lingkaran
dengan memilih obyek penelitian yaitu siswa kelas VIII B SMPN 3 Pakuhaji.
Alasan pemilihan judul tersebut adalah pentingnya masalah tersebut
diteliti karena akan membantu
pelaksanan kerja yang lebih efektif, judul tersebut juga menarik motivasi
peneliti karena dari pengalaman peneliti
mendapatkan gambaran bahwa jarang sekali guru mempergunakan model kooperatif
tipe think pair share dalam
pembelajaran matematika. Seorang guru harus mengenal sifat-sifat khas dari
setiap metode pembelajaran, yang penting untuk penguasaan setiap teknik penyajian, agar guru mampu mengetahui,
memahami dan trampil menggunakannya, sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai (Roestiyah, 2001: 3).
Bila seorang guru melakukan aktivitas, maka terjadi dua aktivitas yaitu aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar menyangkut peranan seorang guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara mengajar itu sendiri dengan belajar (Rohani, 2004: 4).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini: Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi lingkaran pada kelas VIII B SMPN 3 Pakuhaji?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi lingkaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada kelas VIII B SMPN 3 Pakuhaji
D. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah : Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi lingkaran pada kelas VIII B SMPN 3 Pakuhaji
E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan manfaatnya
adalah:
1. Siswa kelas VIII B SMPN 3 Pakuhaji Tangerang dapat mengembangkan kemampuan bernalarnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan
eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah
melalui pola pikir dan model matematika.
2.
Siswa kelas
VIII B SMPN 3 Pakuhaji Tangerang dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
3.
Siswa kelas
VIII B SMPN 3 Pakuhaji Tangerang dapat meningkatkan
penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
4.
Guru dapat memberikan pengalaman belajar mempergunakan metode
pembelajaran yang sesuai untuk mengajar matematika.
5.
Guru dapat
meningkatkan kualitas belajar siswa dengan dapat memilih metode pembelajaran yang sesuai.
6.
Kepala sekolah
dapat memfasilitasi guru dengan menyelenggarakan pelatihan metode pembelajaran terkini untuk meningkatkan kualitas kinerja guru
dalam mengajar.
7. Peneliti lain dapat mengembangkan model penelitian yang berbeda berdasarkan hasil penelitian ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORITIS
1. 1. Hakekat Matematika
Pembelajaran matematika sesuai pandangan
konstruktivis adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep- konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri
melalui proses internalisasi. Guru dalam hal ini berperan
sebagai fasilitator. Pandangan
konstruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada: (1) pengetahuan dibangun
dalam pikiran melalui proses asimilasi
atau akomodasi, (2) dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa, (3) informasi baru harus dikaitkan
dengan pengalamannya tentang
dunia melalui suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya, dan (4) pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan
apa yang mereka katakan atau tulis
(Suharta, 2001: 12).
Standar Kompetensi Matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibakukan dan harus dicapai oleh siswa pada akhir periode pembelajaran. Standar ini dikelompokkan dalam Kemahiran Matematika, Bilangan, Pengukuran dan Geometri, Aljabar, Statistika dan Peluang, serta Trigonometri dan Kalkulus (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 6).
Kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai,
sebagai wujud hasil belajar peserta didik yang mengacu pada pengalaman
langsung (Mulyasa, 2005a: 38).
Kompetensi adalah keseluruhan
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang
diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan suatu tugas tertentu (Eddy,
2001: 18).
Kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika adalah sebagai berikut:
(1) Menunjukkan pemahaman
konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan
masalah, (2) Memiliki kemampuan mengomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan
atau masalah, (3) Menggunakan penalaran
pada pola, sifat atau melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (4) Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan), menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah,
(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan. Kecakapan tersebut dicapai,
dengan mempergunakan bahan ajar matematika yang sesuai.
Kemampuan matematika yang dipilih dalam
Standar Kompetensi ini dirancang sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan siswa
denganmemperhatikan perkembangan pendidikan matematika di dunia sekarang ini. Untuk mencapai kompetensi tersebut dipilih materi-materi matematika dengan memperhatikan struktur keilmuan, tingkat kedalaman materi, serta sifat esensial materi dan keterpakaiannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara rinci, standar kompetensi tersebut, adalah sebagai berikut : (a) Bilangan yang meliputi: Menggunakan bilangan dalam pemecahan masalah, Menggunakan operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah, Menggunakan konsep bilangan cacah dan pecahan dalam pemecahan masalah, Menentukan sifat-sifat operasi hitung, faktor, kelipatan bilangan bulat dan pecahan serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, Melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. (b) Pengukuran dan geometri yang meliputi: melakukan pengukuran, mengenal bangun datar dan bangun ruang, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah seharihari, melakukan pengukuran, menentukan unsur bangun datar dan menggunakannya dalam pemecahan masalah, melakukan pengukuran keliling dan luas bangun datar dan menggunakannya dalam pemecahan masalah, melakukan pengukuran, menentukan sifat dan unsur bangun ruang, menentukan kesimetrian bangun datar serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, mengenal sistem koordinat pada bidang datar. (c) Pengelolaan data yang meliputi: mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data.
Standar Kompetensi Lintas Kurikulum
Mata Pelajaran Matematika merupakan
kecakapan hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik
melalui pengalaman belajar. Standar Kompetensi Lintas Kurikulum adalah sebagai berikut:
(1) Memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban, saling menghargai dan memberi rasa aman, sesuai
dengan agama yang dianutnya,
(2) Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain, (3) Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep- konsep, teknik-teknik, pola, struktur, dan hubungan, (4) Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang diperlukan dari berbagai sumber, (5) Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan teknologi, dan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilainilai untuk mengambil keputusan yang tepat, (6) Berpartisipasi, berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat dan budaya global berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis, dan histories, (7) Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual serta menerapkan nilai- nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat beradab, (8) Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan memperhitungkan potensi dan peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan, (9) Menunjukkan motivasi dalam belajar, percaya diri, bekerja mandiri, dan bekerja sama dengan orang lain (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 7).
2. Teori Belajar
Bagian ini hanya akan dikemukakan
beberapa jenis teori belajar saja, yaitu:
(a) teori behaviorisme; (b) teori belajar kognitif menurut Piaget; (c) teori pemrosesan
informasi dari Gagne, dan (d)
teori belajar Gestalt.
a. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang
individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental.
Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu
dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya : 1) Connectionism (S-R Bond) menurut Thorndike. Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike
terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya: a) Law
of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus -
Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
b) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulka kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. c) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2) Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov. Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : a) Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. b) Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun. 3) Operant Conditioning menurut B.F. Skinner. Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : a) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. b) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang
sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului
oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya
adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons
tertentu, namun tidak sengaja diadakan
sebagai pasangan stimulus
lainnya seperti dalam classical
conditioning. 4) Social Learning menurut Albert Bandura. Teori belajar sosial atau disebut
juga teori observational
learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang perilaku individu
tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul
sebagai hasil interaksi antara lingkungan
dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar
menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu
terutama dalam belajar sosial
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation)
dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih
memandang pentingnya conditioning.
Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsi kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan (http://asnaldi.multiply.com/journal/item/5.
b. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang
aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget
yaitu tahap (1) sensory motor;
(2) pre operational; (3) concrete operational dan
(4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih
berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan
tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari
dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : a) Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. b) Anak-anak akan belajar lebih baik
apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik- baiknya. c) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. d) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. e) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya (http://asnaldi.multiply. com/journal/item/5, .
c. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Teori belajar menurut
Gagne adalah perubahan
disposisi atau kemampuan
yang dicapai seseorang
melalui aktivitas. Perubahan
disposisi tersebut bukan diperoleh langsung
dari prosespertumbuhan seseorang secara alamiah (Suprijono, 2009: 2).
Asumsi yang mendasari teori Gagne ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu
dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan
proses pembelajaran meliputi
delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4)
penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan
(8) umpan balik (http://asnaldi.multiply.com/journal/item/5,
d.
Teori Belajar
Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu : 1) Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure. 2) Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu. 3) Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4) Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu. 5)Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan 6) Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu: 1) Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”. 2) Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah- olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis). 3) Organisme tidak mereaksi
terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian
peristiwa, akan tetapi mereaksi
terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo,
pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain,
gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang
tertentu. 4) Pemberian
makna terhadap suatu rangsangan sensoris
adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan
suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap
rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt
dalam proses pembelajaran antara lain : 1) Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses
pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki
kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal
keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa. 2) Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur
yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses
pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting
dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya
dalam identifikasi masalah
dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya. 3) Perilaku bertujuan
(pusposive behavior); bahwa perilaku
terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat
hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya. 4) Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik. 5) Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya (http://asnaldi.multiply.com/journal/ite
3.
Pengertian
Prestasi Belajar
Prestasi belajar secara umum dipandang
sebagai perwujudan nilai- nilai yang
diperoleh siswa melalui proses belajar mengajar. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa prestasi belajar
adalah penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar
sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan (Siaksoft, 2008: 1).
Istilah hasil belajar berasal dari
bahasa Belanda “prestatie,” dalam bahasa Indonesia menjadi
prestasi yang berarti hasil usaha. Dalam literature, prestasi
selalu dihubungkan dengan aktivitas tertentu, bahwa dalam setiap
proses akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan dinyatakan sebagai hasil belajar (achievement) seseorang. Prestasi
belajar merupakan taraf keberhasilan
murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran
di sekolah atau pondok pesantren dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai
sejumlah materi pelajaran tertentu (Abdullah, 2008: 1).
Perubahan sebagai hasil belajar
bersifat menyeluruh. Menurut
pandangan ahli jiwa Gastalt, bahwa perubahan sebagai
hasil belajar bersifat menyeluruh baik perubahan pada
perilaku maupun kepribadian secara
keseluruhan. Belajar bukan semata-mata kegiatan mekanis stimulus respon,
tetapi melibatkan seluruh
fungsi organisme yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni, penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu.
Prestasi belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni
untuk bermacam-macam aturan terhadap apa yang telah dicapai oleh murid, misalnya ulangan harian,
tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang
dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes akhir catur wulan dan sebagainyaPara ahli telah merumuskan dan membuat tafsiran
yang berbeda-beda tentang
belajar. Belajar merupakan
suatu proses, suatu kegiatan dan bahkan suatu hasil dan tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, tapi yang lebih luas lagi
adalah mengalami. Hasil belajar juga bukan suatu penguasaan latihan,
melainkan perubahan tingkah
laku. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman (Learning is definet as the modification or
strengthening of behavior through
experiencing). Belajar adalah penambahan pengetahuan. Ada pula yang menganggap belajar itu
sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan (Setiawan, Yasin.2008). Belajar merupakan
komponen ilmu pendidikan yang
berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat
eksplisit maupun implicit
(Sagala, 2008: 11).
Pretasi belajar adalah bukti usaha yang telah dicapai. Dengan demikian prestasi merupakan hasil yang telah dicapai seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan. Prestasi belajar adalah istilah untuk menunjukkan suatu pencapaian tingkat keberhasilan tentang suatu tujuan karena suatu usaha telah dilakukan oleh seseorang. Prestasi belajar adalah prestasi yang menunjukkan tingkat keberhasilan seseorang yang dicapai karena telah melakukan usaha belajar yang optimal.
Berdasarkan uraian di atas, prestasi belajar
dalam penelitian ini adalah hasil yang dicapai
siswa setelah kegiatan
pembelajaran. Pengukuran hasil
yang dicapai setelah proses pembelajaran adalah melalui evaluasi dengan menggunakan alat ukur yang kualitasnya baik.
Alat ukur tersebut adalah tes
prestasi yang mengacu kepada ranah kognitif dalam bentuk tertulis.
Prestasi belajar adalah cermin keberhasilan siswa dalam proses belajar
di sekolah. Demikian pentingnya arti prestasi belajar, maka usaha dalam pendidikan
diarahkan pada peningkatan prestasi
belajar.
Proses belajar mengajar erat sekali kaitannya dengan lingkungan atau suasana dimana proses itu berlangsung. Meskipun prestasi belajar juga dipengaruhi oleh banyak aspek seperti gaya belajar, fasilitas yang tersedia, pengaruh iklim kelas masih sangat penting. Hal ini beralasan karena ketika para peserta didik belajar diruang kelas, lingkungan kelas, baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan non-fisik kemungkinan mendukung mereka atau bahkan malah mengganggu mereka. Iklim yang kondusif antara lain (1) dapat mendukung interaksi yang bermanfaat diantara peserta didik, (2) menperjelas pengalaman-pengalaman guru dan peserta didik, (3) menumbuhkan semangat yang memungkinkan kegiatan- kegiatan di kelas berlangsung dengan baik, dan (4) mendukung saling pengertian antara guru dan peserta didik. Selain keempat hal diatas Iklim sosial juga mempunyai pengaruh yang penting terhadap kepuasan peserta didik.
Prestasi belajar peserta didik ditentukan oleh banyak faktor seperti usia, kemampuan dan motivasi, jumlah dan mutu pengajaran, lingkungan alamiah di rumah dan kelas. Iklim kelas yang ditandai dengan kehangatan, demokrasi, dan keramah tamahan dapat digunakan sebagai alat untuk memperbaiki prestasi belajar peserta didik (Wati, Ristya. 2007).
4. Pembelajaran Model Kooperatif Tipe TPS
Think-Pair-Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh Lyman pada tahun 1981. Resiko dalam pembelajaran TPS relatif rendah dan struktur yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. TPS pembelajaran kolaboratif pendek, sehingga sangat ideal bagi guru dan siswa
yang baru belajar kolaboratif. TPS
merupakan jenis pembelajaran kooperatif
menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2 anggota).
Dalam TPS, guru menantang dengan pertanyaan terbuka dan memberi siswa setengah sampai satu menit untuk memikirkan pertanyaan itu. Hal ini penting karena memberikan kesempatan siswa untuk mulai merumuskan jawaban dengan mengambil informasi dari memori jangka panjang. Siswa kemudian berpasangan dengan satu anggota kelompok kolaboratif atau tetangga yang duduk di dekatnya dan mendiskusikan ide- ide mereka tentang pertanyaan selama beberapa menit.
Guru dalam hal ini dapat mengatur pasangan
yang tidak sekelompok
untuk menciptakan variasi
gaya gaya belajar
bagi siswa. Struktur
TPS memberikan kesempatan yang sama pada semua siswa untuk mendiskusikan ide-ide mereka. Hal ini penting karena siswa mulai untuk membangun pengetahuan mereka dalam diskusi ini, di samping untuk mengetahui apa yang mereka
dapat lakukan dan belum ketahui.
Proses aktif ini biasanya
tidak tersedia bagi siswa dalam pembelajaran tradisional.
Setelah beberapa menit guru dapat
memilih secara acak pasangan yang
ingin berbagi di hadapan kelas. Proses ini dapat dilakukan dengan meminta inisiatif siswa. Siswa biasanya
lebih rela untuk merespon setelah mereka
memiliki kesempatan untuk mendiskusikan ide-ide mereka dengan teman sekelas karena jika jawabannya
salah, rasa malu dapat dirasakan bersama. Selain itu, tanggapan
yang diterima sering lebih intelektual sehingga melalui proses ini siswa dapat mengubah atau merefleksi
ide-ide mereka.
Struktur TPS juga meningkatkan keterampilan komunikasi lisan siswa ketika mereka mendiskusikan ide-ide mereka dengan satu sama lain. “Intermezzo” singkat ini juga dapat dijadikan kesempatan yang tepat bagi guru untuk membahas konsep yang akan didiskusikan atau dipelajari siswa pada periode berikutnya. Salah satu variasi dari struktur TPS ini adalah siswa dapat menuliskan pikiran mereka di sebuah kartu dan mengumpulkannya. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk melihat apakah ada masalah dalam pemahaman mereka.
Pembelajaran TPS dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan
dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. Membantu
siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan
segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk
menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran
dapat meningkatkan motivasi dan
memberi rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang.
Pembelajaran TPS juga mengembangkan
keterampilan, yang sangat penting dalam perkembangan dunia saat ini. Pembelajaran TPS bisa mengajarkan orang untuk bekerja
bersama-sama dan lebih efisien, biasanya kegiatan praktik perlu
dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Dengan bekerja
sama, dua orang dapat
menyelesaikan sesuatu lebih
cepat.
Kerugian diperoleh dengan pembelajaran kooperatif tipe TPS sering didapatkan oleh siswa-siswa malas. Kadang-kadang satu orang yang tersisa dengan semua pekerjaan karena pasangan mereka tidak memberi bantuan. Biasanya dengan kerjasama dalam TPS yang diberikan adalah untuk dua orang. Kelemahan yang diperoleh adalah jika pasangan siswa tidak memahami informasi sama sekali, siswa dapat diperlambat, hanya karena dia harus menjelaskan semua materi sebelum dia benar-benar dapat memulai menyelesaikan masalah atau melakukan instruksi yang diberikan. Kelemahan ketiga ditemukan dengan pembelajaran TPS adalah pemaksa siswa. Kadang-kadang siswa dapat terjebak dengan orang yang harus melakukan semua pekerjaan, dan tidak akan memperlambat mereka. Dalam beberapa kasus ini bisa baik, jika orang yang malas dipasangkan dengan orang yang ambisius dan tidak ada yang marah. Tapi itu memunculkan poin lain yang baik, karena kadang-kadang siswa membutuhkan pengalaman benturan kepribadian orang lain. Dalam beberapa kasus waktu yang dibutuhkan untuk praktik tidak terduga, karena siswa menghabiskan lebih banyak waktu dalam perbedaan daripada waktu
yang digunakan dalam melakukan pekerjaan
sebagaimana mestinya.
Bagi para guru yang berencana untuk menggunakan pembelajaran kooperatif TPS dalam kelas, mereka harus melakukannya. Meskipun ada beberapa kelemahan, pembelajaran kooperatif dipercaya dalam jangka panjang keuntungan dapat diperoleh jauh lebih besar dari kerugiannya. Hal yang perlu diperhatikan adalah guru harus jeli melihat dan memasangkan siswa. Siswa memang harus mampu mengatasi perbedaan satu sama lain, tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Siswa juga sebaiknya tidak memilih pasangan mereka, akan tetapi keterlibatan siswa dalam penetapan kelompok guru dapat meminta siswa menulis di selembar kertas lima nama yang mereka tidak keberatan bekerja bersama. Guru kemudian dapat
memasangkan siswa sesuai dengan cara ini untuk menyelesaikan pekerjaan.
Sejalan dengan era globalisasi saat
ini, kehidupan menjadi semakin rumit
(complicated), cepat berubah dan
sulit diprediksi (unpredictable). Keadaan
ini membawa dampak persaingan yang sangat ketat untuk mendapatkan hidup yang layak, dimana
mereka yang lebih kompetitiflah yang dapat bertahan dan mendapatkan kemudahan. Untuk menghadapi persaingan ini, pendidikan (khususnya
pembelajaran matematika sebagai ratu
ilmu) harus membekali peserta didik
berbagai kemampuan handal yang dapat dipergunakan sebagai
pegangan ketika lulus dari sekolah
ataupun ketika masih disekolah.
Oleh karena itu diperlukan suatu
pendidikan yang sejalan dengan Kurikulum
dan berorientasi pada kecakapan hidup. Pendidikan ini dikenal dengan istilah Pendidikan Kecakapan Hidup
(Life Skill Education) yaitu pendidikan yang membekali peserta
didik dengan kemampuan
dan keberanian untuk menghadapi problema
kehidupan, kemudian secara proaktif
dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya. Dalam pembelajaran matematika, kecakapan hidup yang dapat dikembangkan adalah kecakapan hidup umum (general life skill) dan kecakapan hidup khusus (specific life skill). Salah satu aspek dari kecakapan hidup umum adalah kecakapan
berkomunikasi (communication skill) yang meliputi kecakapan
mendengarkan, kecakapan berbicara, kecakapan membaca dan kecakapan menuliskan gagasan atau pendapat.
Untuk
menumbuhkan kecakapan komunikasi ini diperlukan suatu model
pembelajaran yang efektif, diantaranya adalah Model pembelajaran Think-pair-share. Model pembelajaran ini merupakan salah satu tipe model
pembelajaran kooperatif yang memberikan siswa kesempatan untuk berbagi dengan yang lain, mengajar serta
diajar oleh sesama siswa yang menjadi bagian penting dalam proses belajar
dan sosial yang berkesinambungan.
Melalu model pembelajaran kooperatif tipe Berpikir- berpasangan-berbagi ini diharapkan dapat membuat siswa lebih
aktif serta lebih terampil
dalam mengembangkan kecakapan
komunikasinya (Lie,2002:56).
Penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe Berpikir- berpasangan- ini pernah diteliti
oleh Alhadi, (2006:41). Metode pembelajaran kooperatif tipe berpikir-berpasangan-berempat dapat meningkatkan aktivitas
belajar, sikap dan hasil belajar
siswa. Pada penelitian tersebut, kecakapan komunikasi
siswa belum dilihat, sedangkan kecakapan
komunikasi merupakan salah satu tujuan pembelajaran dalam Kurikulum.
Fokus kegiatan pembelajaran di sekolah adalah interaksi pendidik dengan peserta didik dalam mempelajari suatu materi pelajaran yang telah disusun dalam suatu kurikulum (Sagala, 2008: v). Fokus visi pendidikan saat ini adalah relevansinya terhadap profesi yang spesifik atau beragam keterampilan yang bisa ditransfer berdasarkan kemampuan untuk beradaptasi pada berbagai kebutuhan yang baru dan terus berubah.
Dari
fokus kegiatan pembelajaran itulah diperlukan metode pembelajaran
think pair share, sehingga diharapkan siswa dapat terlatih untuk memecahkan masalah. Dalam
pembelajaran matematika agar mudah dimengerti oleh siswa, proses penalaran induktif
dapat dilakukan pada awal pembelajaran dan kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran
deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki
oleh siswa.
Matematika berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan bernalar melalui
kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan
masalah melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui
simbol, tabel, grafik,
diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda, dimana yang diutamakan adalah kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajarnya. 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3) Bilamana mungkin, anggota kelompok juga berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin yang berbeda. 4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Berdasarkan ciri di atas, maka bukanlah
pembelajaran koopeartif jika para siswa duduk bersama
dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah sendiri-sendiri
atau mempersilahkan salah seorang diantaranya untuk menyelesaikan seluruh
penkerjaan kelompok. Tiga tujuan instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif adalah: 1) Hasil belajar akademik.
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif dapat membantu
siswa untuk memahami
konsep - konsep yang sulit. 2) Penerimaan terhadap keragaman. Model
kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima
teman-temannya yang mempunyai
berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan
tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan
akademik, dan tingkat
sosial. 3) Pengembangan keterampilan social. Pembelajaran kooperatif bertujuan
mengembangkan keterampilan sosial
siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain adalah berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau
menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.
Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan merupakan pengembangan dari Think-pair-share yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan Think-pair-square oleh Spencer Kagan. Anita Lie (Lie,2002:56) mengkombinasikan kedua teknik tersebut menjadi teknik berpikir-berpasangan-berempat sebagai struktur pembelajaran kooperatif.
Teknik ini memberikan pada kesempatan lebih banyak siswa untuk mengapresiasikan dirinya. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan tingkatan usia anak didik. Think- pair- share adalah suatu strategi pembelajaran yang tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu tunggu. Pendekatan khusus yang diuraikan mula-mula oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari universitas Maryland pada tahun 1985 ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus didalam kelas. Menurut Arends dalam Alhadi (2006:12) Strategi ini menentang ansumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan didalam setting seluruh kelompok serta memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu orang sama lain.
5.
Sintaks Model Pembelajaran kooperatif tipe TPS
Strategi Think-pair-square yang dikembangkan oleh Spencer Kagan terdiri dari tiga tahap yaitu: Tahap 1) Thingking (Berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan palajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri beberapa saat. Tahap 2) Pairing (Berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk dapat mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanya atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4 sampai 5 menit untuk berpasangan. Tahap 3) Sharing (Berbagi). Pada tahap akhir ini, guru meminta pasangan siswa untuk membentuk kelompok yang lebih besar untuk berbagi yang tentang apa yang telah mereka pelajari dan seterusnya sampai seluruh kelas. Adapun prosedur pembelajaran kooperatif tipe Berpikir-Berpasangan-Berempat adalah sebagai berikut: 1) Guru membagi siswa kedalam kelompok dimana satu kelompok terdiri dari 2 orang dengan pengelompokkan heterogen berdasarkan kemampuan akademiknya dan jenis kelaminnya. 2) Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa, 3) Dalam pengerjannya, mula-mula siswa diminta bekerja sendiri-sendiri lalu berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan selanjutnya dengan kelompok berduat.4) Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang berhubungan dengan LKS, kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawabannya secara mandiri beberapa saat. Lalu kembali berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan berdiskusi untuk meyakinkan jawabannya. Setelah beberapa waktu siswa diminta kembali kedalam kelompok berempatnya dan berbagi jawaban serta berdiskusi untuk saling meyakinkan dalam mencari jawaban terbaik. 5) Guru memanggil salah satu kelompok atau perwakilannya untuk ke depan kelas dan memberikan kesimpulan jawaban yang telah disepakati kelompoknya dan ditanggapi oleh seluruh siswa sampai ditemukan suatu kesimpulan. Pembelajaran kooperatif mendorong siswa untuk bekerja sama dalam menemukan penyelasaian dari suatu masalah, dan mereka
mengkoordinasikan mereka agar saling berinteraksi. Dalam
pembelajaran kooperatif, siswa juga mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif dimana salah satunya adalah
keterampilan berkomunikasi agar tidak mengalami
kesulitan dalam memberikan gagasannya.
Kelompok pembelajaran kooperatif tidak akan efektif
jika terjadi miskomunikasi dalam kelompok tersebut.
Empat keterampilan komunikasi: mengulang dengan kalimat
sendiri, memberikan perilaku,
memberikan perasaan, dan mengecek kesan (Ibrahim, 2001:52)
adalah penting untuk mengembangkan kecakapan
berkomunikasi.
Dalam
tahapan Thinking, Pairing dan
Sharing inilah, kecakapan siswa dalam berkomunikasi yang meliputi kecakapan
mendengar, berbicara, membaca
maupun menuliskan gagasan atau pendapatnya ketika pembelajaran berlangsung akan terlihat. Adanya pemberian masalah
dilakukan untuk melihat
penguasaan dan pemahaman
siswa mengenai materi
matematika yang telah dipelajarinya.
Dalam
Implementasinya secara teknis Howard (2006) mengemukakan
lima langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TPS, sebagai berikut:
Step 1 : Guru memberitahukan sebuah topik dan menyatakan berapa lama setiap
siswa akan berbagi
informasi dengan pasangan mereka.
Step 2 : Guru akan menetapkan waktu berpikir secara individual.
Step 3 : Pasangan A akan
berbagi; pasangan B akan mendengar.
Step 4 : Pasangan B kemudian akan merespon pasangan A.
Step 5 : Pasangan berganti peran.
Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif :
Fase |
Indikator |
Aktivitas Guru |
1 |
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa |
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa |
2 |
Menyajikan informasi |
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan |
3 |
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok Belajar |
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi efisien |
4 |
Membimbing kelompok bekerja
dan belajar |
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
mengerjakan tugas |
5 |
Evaluasi |
Guru mengevaluasi hasil
belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya |
6 |
Memberikan penghargaan |
Guru mencari cara
untuk menghargai upaya atau hasil belajar
siswa baik individu maupun kelompok. |
Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif di Kelas
Yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan model pembelajaran kooperatif di kelas, diantaranya:
a. pilih pendekatan apa yang akan digunakan, misal TPS.
b. Pilih materi yang sesuai untuk model ini
c. mempersiapkan kelompok yang heterogen
d. menyiapkan LKS atau panduan belajar siswa
e.
merencanakan waktu, tempat duduk
yang akan digunakan.
6. Materi Pembelajaran Lingkaran
a. Pengertian Lingkaran
Jam dinding, ban mobil, dan uang logam pada Gambar 6.1
merupakan contoh benda-benda yang memiliki bentuk dasar lingkaran. Secara geometris, benda-benda tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 6.2(a). Perhatikan Gambar 6.2(b) dengan saksama.
Misalkan A, B, C merupakan
tiga titik sebarang pada lingkaran
yang berpusat di
O. Dapat dilihat bahwa ketiga titik tersebut memiliki jarak
yang sama terhadap titik O. Dengan
demikian, lingkaran adalah kumpulan titik- titik yang membentuk lengkungan tertutup, di mana titik-titik pada lengkungan
tersebut berjarak sama terhadap suatu titik tertentu. Titik tertentu itu disebut sebagai titik pusat
lingkaran. Jarak OA, OB, dan OC disebut jari-jari lingkaran.
b. Unsur-Unsur Lingkaran
Ada beberapa bagian lingkaran yang termasuk dalam unsur-unsur sebuah lingkaran di antaranya titik pusat, jari-jari,
diameter, busur, tali
busur,
tembereng, juring, dan apotema. Untuk lebih jelasnya, perhatikan uraian
berikut.
1) Titik Pusat
Titik pusat lingkaran
adalah titik yang terletak di tengah-tengah lingkaran. Ttik O merupakan titik pusat
lingkaran, dengan demikian, lingkaran tersebut dinamakan lingkaran O.
2) Jari-Jari
(r)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jari-jari
lingkaran adalah garis dari titik pusat lingkaran ke lengkungan lingkaran. Pada Gambar 6.3 ,
jari-jari lingkaran ditunjukkan oleh garis OA, OB, dan OC.
3) Diameter
(d)
Diameter adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik pada lengkungan lingkaran dan melalui
titik pusat. Garis AB pada lingkaran O merupakan diameter
lingkaran tersebut. Perhatikan bahwa AB = AO + OB. Dengan kata lain, nilai diameter merupakan dua kali
nilai jari-jarinya, ditulis bahwa d = 2r.
4) Busur
Dalam lingkaran, busur lingkaran merupakan garis lengkung
yang terletak pada lengkungan
lingkaran dan menghubungkan dua titik sebarang di lengkungan tersebut.
5) Tali Busur
Tali busur lingkaran
adalah garis lurus dalam lingkaran
yang menghubungkan dua titik pada lengkungan lingkaran. Berbeda dengan diameter, tali busur tidak melalui
titik pusat lingkaran O.
6) Tembereng
Tembereng adalah luas daerah dalam lingkaran yang dibatasi
oleh busur dan tali busur.
7) Juring
Juring lingkaran adalah luas daerah dalam lingkaran yang
dibatasi oleh dua buah jari-jari
lingkaran dan sebuah busur yang diapit oleh kedua jari-jari lingkaran tersebut..
8) Apotema
Pada sebuah lingkaran, apotema merupakan garis yang menghubungkan titik pusat lingkaran
dengan tali busur lingkaran tersebut.
c.
Keliling Lingkaran
Coba kamu amati
gambar berikut secara seksama.
Gambar tersebut menunjukkan sebuah lingkaran dengan titik A
terletak di sebarang lengkungan
lingkaran. Jika lingkaran tersebut dipotong di
titik A, kemudian direbahkan, hasilnya adalah sebuah garis lurus AA' seperti
pada gambar Gambar(b)
. Panjang garis lurus tersebut
merupakan keliling lingkaran. Jadi, keliling lingkaran adalah panjang lengkungan pembentuk lingkaran tersebut. Bagaimana menghitung keliling lingkaran? Misalkan, diketahui sebuah lingkaran yang terbuat dari kawat. Keliling tersebut dapat dihitung dengan mengukur panjang kawat yang membentuk lingkaran tersebut. Selain dengan cara di atas, keliling sebuah lingkaran dapat juga ditentukan menggunakan rumus.
d. Luas Lingkaran
Luas lingkaran merupakan luas daerah yang dibatasi oleh keliling lingkaran. Daerah yang diarsir merupakan daerah lingkaran. Sekarang, bagaimana menghitung luas sebuah lingkaran? Luas lingkaran dapat dihitung menggunakan rumus umum luas lingkaran. Perhatikan uraian berikut. Misalkan, diketahui sebuah lingkaran yang dibagi menjadi 16 buah juring yang sama bentuk dan ukurannya. Kemudian, salah satu juringnya dibagi dua lagi sama besar. Potongan-potongan tersebut disusun sedemikian sehingga membentuk persegipanjang. Coba kamu amati gambar
B. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir adalah serangkaian
konsep dan kejelasan hubungan antar
konsep tersebut yang dirumuskan oleh peneliti berdasar tinjauan pustaka (teori dan hasil-hasil penelitian
terdahulu) dan digunakan sebagai dasar untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diangkat. Kerangka
berfikir diperlukan dalam penelitian ini untuk membantu
proses kerja agar lebih sistematis. Kerangka berfikir pada
penelitian ini didasarkan pada hipotesis penelitian.
Teknik ini memberikan pada kesempatan lebih banyak siswa untuk mengapresiasikan dirinya. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan tingkatan usia anak didik. Think-pair-share adalah suatu strategi pembelajaran yang tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu tunggu. Pendekatan khusus yang diuraikan mula-mula oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari universitas Maryland pada tahun 1985 ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus didalam kelas. Menurut Arends dalam Alhadi (2006:12) Strategi ini menentang ansumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan didalam setting seluruh kelompok serta memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu orang sama lain.
Strategi Think-pair-square yang dikembangkan oleh Spencer Kagan terdiri
dari tiga tahap yaitu: Tahap 1) Thingking
(Berpikir). Guru mengajukan pertanyaan
atau isu yang berhubungan dengan palajaran, kemudian
siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut
secara mandiri beberapa
saat. Tahap 2) Pairing (Berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan
dengan siswa lain untuk dapat mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama.
Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi
jawaban jika telah diajukan suatu pertanya atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi.
Biasanya guru memberi waktu 4 sampai 5
menit untuk berpasangan. Tahap 3) Sharing
(Berbagi). Pada tahap akhir ini, guru
meminta pasangan siswa untuk membentuk kelompok yang lebih besar untuk berbagi yang tentang apa yang telah
mereka pelajari dan seterusnya sampai
seluruh kelas. Adapun prosedur pembelajaran kooperatif tipe berpikir- berpasangan adalah sebagai berikut:
1) Guru membagi siswa kedalam
kelompok dimana satu kelompok terdiri
dari dua orang dengan pengelompokkan heterogen berdasarkan kemampuan akademiknya dan jenis
kelaminnya. 2) Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa, 3) Dalam pengerjaan tugas, mula-mula siswa diminta bekerja
sendiri-sendiri kemudian berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan selanjutnya
dengan kelompok berdua. 4) Lalu guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang berhubungan dengan LKS,
kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawabannya secara mandiri beberapa
saat. Lalu kembali
berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan berdiskusi untuk
meyakinkan jawabannya. Setelah
beberapa waktu siswa diminta kembali
kedalam kelompok berempatnya dan berbagi jawaban serta berdiskusi untuk saling meyakinkan dalam mencari jawaban
terbaik. 5) Guru memanggil salah satu
kelompok atau perwakilannya untuk ke depan kelas dan memberikan kesimpulan jawaban yang telah disepakati
kelompoknya dan ditanggapi oleh seluruh
siswa sampai ditemukan suatu kesimpulan. Pembelajaran kooperatif mendorong siswa untuk bekerja sama dalam
menemukan penyelasaian dari suatu masalah,
dan mereka mengkoordinasikan mereka agar saling berinteraksi. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa juga mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif dimana salah satunya adalah keterampilan berkomunikasi agar tidak mengalami
kesulitan dalam memberikan gagasannya.
Metode adalah cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Jadi, metode penelitian adalah suatu cara atau teknik untuk memperoleh dan mengolah data penelitian yang bersifat ilmiah.
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dimaksud
adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Dalam penelitian ini direncanakan dua siklus dan tiap siklus terdiri dari 4 langlah yaitu : (1) perencanaan,
(2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan beberapa siklus atau tahapan penelitian. Siklus yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan model siklus yang diadaptasi dari Kemiis dan Taggart (1992:11). Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observation) dan tindak lanjut refleksi (reflection). Setelah siklus pertama dilaksanakan, kemudian dilanjutkan siklus kedua yang merupakan perbaikan dan peningkatan dari siklus pertama, dan setelah siklus kedua dilaksanakan kemudian dilanjutkan dengan siklus ketiga yang merupakan perbaikan dan peningkatan dari siklus kedua.
B. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini meliputi kegiatan : perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Secara terperinci prosedur penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Perencanaan Tindakan
Dalam tahap ini peneliti dengan persetujuan guru pengamat melakukan
observasi. Berdasar hasil penelitian Peneliti
menyusun rancangan pelaksanaan tindakan berdasarkan metode pembelajaran TPS. Kemudian mendiskusikan dengan
guru pengamat tentang cara melaksanakan
metode pembelajaran TPS.
2. Pelaksanaan Tindakan
Guru
peneliti melaksanakan model pembelajaran TPS, berdasarkan rencana pembelajaran yang
sudah dibuat, sedangkan guru pengamat
melakukan pengamatan dan memberi masukan,
kepada guru peneliti yang melakukan tindakan.
3. Observasi
Dalam
hal pengamat mengamati
pelaksanaan tindakan, guna mengetahui
kesesuaian pelaksanaan tindakan dengan rencana tindakan yang telah
ditetapkan.
4. Refleksi
Setelah
dilakukan pengamatan terhadap
proses pembelajaran, peneliti
dan guru pengamat
melakukan diskusi untuk mencermati kembali secara rinci tentang semua yang telah dilaksanakan,
termasuk mengamati perubahan
keberhasilan maupun hambatan-hambatan yang terjadi.
Sebagai pedoman untuk menentukan keberhasilan dalam penelitian ini maka digunakan kriteria sebagai berikut : Sebagai acuan bahwa prestasi belajar siswa menunjukkan kualitas meningkat setelah dilakukan tindakan yaitu dengan membandingkan prestasi belajar siswa sebelum dilaksanakan tindakan dengan setelah dilaksanakan tindakan. Sebagai acuan bahwa proses pembelajaran menunjukkan kualitas yang meningkat setelah dilakukan tindakan yaitu dengan membandingkan proses pembelajaran sebelum dilaksanakan tindakan dengan setelah dilaksanakan tindakan.
C. Seting dan Subjek Penelitian
Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Sukodono, yang berjumlah 36 siswa.
Pengambilan subjek penelitian dengan pertimbangan
kelas tersebut secara akademis memiliki nilai kurang baik, dari hasil tes awal sebanyak 36 siswa, 18 siswa
belum tuntas dan baru 18 siswa yang mencapai ketuntasan, dengan kriteria ketuntasan minimal sebesar 70.
D.Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian yang dikumpulkan menggunakan teknik observasi, dokumentasi, angket dan wawancara.
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah, pedoman observasi, dan format untuk data lapangan.
F. Teknik Analisis D
Data
dianalisis berdasarkan perubahan
setiap siklus tentang
proses pembelajaran yang
menyenangkan dan bermakna sebagai bentuk pengalaman belajar. Teknik analisis data
yang digunakan untuk menganalisis data-data yang terkumpul dengan teknik deskriptif komparatif yaitu untuk membandingkan keberhasilan antar siklus. Teknik analisis kritik untuk mencakup kegiatan yang mengungkap
kelemahan dan kelebihan kinerja siswa dan guru dalam proses pembelajaran berdasarkan kriteria normatif yang diturunkan dari kajian teori.
Teknik
analisis data adalah proses mengolah
data dan menginterpretasikan hasil pengumpulan data. Pada penelitian ini menggunakan
teknik analisis data kuantitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau
fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan
tujuan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa,
Untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar
setiap putarannya dilakukan
dengan cara memberikan evaluasi berupa soal
tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini di hitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu
: Ketuntasan belajar.
Ada dua katagori ketuntasan belajar
yaitu secara perorangan dan secara klasikal.
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994) yaitu seorang siswa
telah tuntas belajar bila telah mencapai skor
65 dan kelas tersebut tuntas belajar
bila di kelas tersebut terdapat 85% yang
telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung presentase ketuntasan belajar dikelas menggunakan rumus :
E =
Ket : E = persentase
ketuntasan belajar secara klasikal n = jumlah
siswa yang belajar tuntas
N = jumlah seluruh siswa
G. Validitas Data
Validitas data penelitian ini mengacu pada kriteria
validitas data yang digunakan oleh Burns (1999 : 161-162) yaitu ::
1. Validitas Demokratik
Bahwa
validitas dicapai dengan memberi kesempatan kepada peneliti untuk
melakukan kolaborasi dengan berbagai
pihak.
2. Validitas Hasil
Kriteria ini berhubungan
dengan pernyataan bahwa tindakan membawa hasil yang sukses
dalam konteks penelitian.
3. Validitas Proses
Validitas
ini tercapai dengan cara peneliti dan pengamat secara intensif bekerjasama mengikuti semua tahap-tahap dalam proses penelitian.
4. Validitas Dialogis
Validitas
penelitian ini tercapai dengan cara peneliti selalu mengembangkan dialog dengan guru pengamat.
50
BAB IV
50 |
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini diperoleh dari
pelaksanaan tindakan pada Siklus I dan Siklus
II. Hasil penelitian tentang prestasi belajar diperoleh melalui hasil tes dan hasil ulangan harian.
Hasil pada proses pembelajaran diperoleh
melalui hasil pengamatan dan hasil angket.
A. Hasil Penelitian
1. Sebelum Tindakan Penelitian
a. Prestasi Belajar
Melalui hasil tes awal diketahui bahwa dari jumlah 36 siswa, baru 28 Siswa atau 77,8 % sudah mencapai
ketuntasan belajar, sedang yang
belum mencapai ketuntasan sebanyak 8 siswa atau 22,2 %. Hasil nilai rata-rata kelas 78,6 dengan demikian secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar dengan batas ketuntasan 75.
b.
Kualitas Pembelajaran
Proses pembelajaran sebelum dilakukannya
tindakan, suasana pembelajaran kurang menyenangkan siswa. Hal itu terlihat dari ekspresi yang datar-datar saja, siswa tidak menunjukkan ekspresi
kegembiraan ketika mengikuti pembelajaran, sehingga pembelajaran terlihat
dalam suasana kaku.
Proses pembelajaran tidak
mendorong hubungan yang akrab antara
siswa dengan siswa
dan siswa dengan
guru. Siswa masih menempatkan hubungan siswa dengan guru
adalah hubungan yang sangat formal.
Kondisi demikian tidak mendorong siswa untuk
dapat bersikap terbuka dengan guru.
2. Hasil Siklus I
a.
Prestasi Belajar
Prestasi belajar pada Siklus I dapat
diketahui bahwa nilai rata- rata kelas 80,8 dari 36 siswa. Jumlah
siswa yang belum mencapai ketuntasan sebanyak 6 siswa atau 16,7 %, sedang siswa yang telah mencapai
nilai ketuntasan yaitu memperoleh nilai 70 atau lebih adalah sebanyak
30 siswa atau 83,3 %. Dengan demikian
pembelajaran dengan menerapkan
metode Think Pair Share pada Siklus I belum
mencapai kualifikasi
ketuntasan belajar yang diharapkan.
b.
Kualitas Pembelajaran
Suasana pembelajaran pada Siklus I
menunjukkan kualitas yang meningkat dengan skor kualitas
3.00 dengan kualifikasi kualitas ”Baik”. Metode Think Pair Share telah membuat siswa mengikuti pembelajaran dengan gembira. Pada tahap ini siswa mulai memiliki
percaya diri dalam mengerjakan
tugas.
Metode Think Pair Share membuat
siswa mengalami apa yang disebut
dengan ”belajar bermakna” karena siswa
tidak lagi sekedar mendengarkan ceramah
guru namun siswa juga melakukan
dalam belajar dengan membuat peta pikiran dalam Think Pair
Share.
3. Hasil Siklus II.
a. Prestasi Belajar
Prestasi belajar pada Siklus II dapat diketahui bahwa nilai rata- rata kelas
86,7 dari 36 siswa. Jumlah siswa yang belum
mencapai ketuntasan sebanyak dua siswa atau 8,3 %, sedang siswa yang telah mencapai nilai ketuntasan yaitu memperoleh nilai 70 atau lebih
adalah sebanyak 33 siswa atau 91,7%.
b.
Kualitas Pembelajaran
Berdasarkan hasil pengamatan proses
pembelajaran pada siklus II, dapat diketahui bahwa suasana pembelajaran memperoleh skor 4.80, tanggung jawab 4.80, rasa percaya diri dengan skor 4.00, fokus kegiatan
dengan skor 4.00 dengan demikian
kualitas pembelajaran mencapai skor 4.50 atau kualifikasi kualitas ” Sangat Baik”
B. Pengujian Hipotesis
1. Prestasi Belajar
Hasil tes menunjukkan bahwa hanya 28
siswa dari 36 siswa yang telah
mencapai ketuntasan. Sedang pada
Siklus I tercatat 30 siswa telah
mencapai ketuntasan dan pada Siklus II
tercatat 33 siswa yang telah mencapai
ketuntasan. Dengan demikian hipotesis
pertama yang diajukan pada Bab II penelitian
ini dinyatakan diterima .
2. Kualitas Pembelajaran
Kualitas pembelajaran dikatakan meningkat
jika keadaan menunjukkan bahwa pembelajaran lebih berkualitas dibandingkan dengan keadaan sebelum
dilakukannya tindakan. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan guru peneliti dan guru pengamat sebelum pelaksanaan tindakan dapat dikatakan bahwa pembelajaran kurang menyenangkan,
siswa kurang memiliki tanggung jawab terhadap tugas, siswa juga kurang berani menunjukkan ekspresinya dan kegiatan
masih terfokus pada guru.
Namun setelah dilaksanakan tindakan maka kualitas pembelajaran lebih meningkat dibandingkan dengan sebelum dilakukannya tindakan, hal itu terlihat ketika siswa mengikuti pembelajaran dengan wajah gembira.. Sehingga hipotesis kedua yang diajukan pada Bab II penelitian ini dinyatakan diterima.
C. Pembahasan
1. Prestasi Belajar
Nilai- rata rata kelas prestasi belajar sebelum dilakukannya tindakan sebesar 78,6, pada Siklus I sebesar 80,8 dan pada siklus II sebesar 86,7. Dengan demikian dilihat dari nilai- rata-rata kelas dari sebelum dilakukannya tindakan sampai dengan Siklus II terdapat peningkatan sebesar 8,1 atau 10,31 % .
Dilihat
dari ketuntasan belajar,
sebelum dilakukannya tindakan
penelitian, siswa yang tuntas sebanyak 28 siswa atau 77,8 %, pada siklus I siswa
yang tuntas sebanyak
30 siswa atau 83,3 %. Sedang pada siklus II siswa yang tuntas sebanyak
33 siswa atau 91,7
% siswa telah menguasai kompetensi dasar peran lembaga-lembaga negara. Sehingga dilihat dari ketuntasan belajar dari sebelum dilakukannya tindakan sampai dengan Siklus II terdapat peningkatan sebesar 13,9 %.
2. Kualitas Pembelajaran
a. Pengamatan
Penggunaan model Think Pair Share telah meningkatkan kualitas pembelajaran. Nilai rata-rata
kualitas pembelajaran sebelum tindakan sebesar 1.625, sedang pada siklus
I sebesar 3.00 dan pada Siklus II sebesar
4.50.
Tindakan guru yang banyak memberi kesempatan siswa untuk bekerja dan bergerak membuat suasana pembelajaran lebih menyenangkan. Tindakan guru dengan memberi tugas individu pada tiap kelompok memberi kontribusi besar terhadap
peningkatan rasa tanggung jawab siswa. Presentasi yang dilakukan siswa tentang
hasil Think Pair Share memberi sumbangan besar terhadap rasa percaya diri siswa.
Dengan penerapan media Think Pair Share fokus kegiatan
sudah berpindah kepada siswa, karena siswa lebih banyak
“melakukan” daripada
sekedar mendengarkan ceramah.
b. Hasil Angket
Angket
yang dibagikan kepada 36 siswa
menghasilkan data 36 siswa atau 100 %
menyatakan sangat setuju bahwa metode Think Pair Share dalam pembelajaran
peran lembaga-lembaga negara menjadikan proses pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak ditemukan
yang menyatakan tidak tahu dan
tidak ditemukan siswa yang menyatakan tidak setuju.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penggunaan model pembelajaran Think
Pair Share pada siswa kelas VIII B
SMP Negeri 3 Pakuhaji, terbukti meningkatkan
prestasi belajar siswa, Sebelum tindakan
siswa yang tuntas belajar sebanyak
28 siswa atau 77,8
%, pada Siklus I siswa yang tuntas sebanyak 30 siswa
atau 83,3 %. sedang pada Siklus II siswa yang tuntas
sebanyak 33 siswa atau 91,7
%.
2. Penggunaan model pembelajaran Think Pair Share terbukti dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas VIII B SMP Negeri 3 Pakuhaji. Sebelum tindakan sebesar 1.625, sedang pada siklus I sebesar
3.00 dan pada Siklus II sebesar 4.50. Dengan demikian kualitas pembelajaran dari sebelum tindakan sampai dengan Siklus II terjadi peningkatan sebesar 2.875 , dengan kualifikasi ”Sangat Baik”.
B.
Saran
1. Guru harus memotivasi siswa untuk belajar secara inovatif mempergunakan model pembelajaran
.
2. Guru hendaknya memiliki
paradigma bahwa siswa belajar bukan
sekedar mendengarkan ceramah
namun belajar sambil
melakukan .
3. Pembelajaran Matematika hendaknya disampaikan menggunakan metode
yang mampu menyenangkan siswa dan mampu membuat siswa aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Kemmis and McTaggart. 1992. The action research planner. Victoria : Deakin University.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Sinar Harapan
Ibrahim, Muslimin. 2001. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA
Alhadi. 2006. Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif dengan teknik berpikir- Berpasangan-Berempat pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas
VIII SMP Negeri 7 Palembang.
Inderalaya : FKIP UNSRI.Lie, Anita. 2002. Cooperative
Learning. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Wati, Ristya. 2007. Iklim Kelas dan Prestasi Belajar.
http://fai.elcom.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=112
Sagala, Syaiful. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Setiawan, Yasin. 2008. Terobosan Metode Pengajaran Matematika.
http://www.siaksoft.net/index.php?option=com_content&task=view&id=2
496&Itemid=101
Abdullah, Abu Muhammad Ibnu. 2008. Prestasi Belajar. http://spesialis- torch.com/ content/view/ 120/29/ http://spesialis-torch. com/ content/ view/120/29/
Eddy, Mungin Wibowo, 2001. Etika dan Moral dalam Pembelajaran.
Jakarta: Pusat antar universitas
Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas
Instruksional Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Mulyasa. 2005. Kurikulum Berbasis
Kompetensi Konsep Karakteristik, dan Implementasi. Bandung
:Remaja Rosdakarya.
Mulyasa.2005. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung :Remaja Rosdakarya.
Roestiyah.2001.
Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT Rineka Cipta. Rohani, Ahmad.
2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Suharta, I Gusti Putu.2001. Matematika Realistik : Apa dan Bagaimana?. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
DATA HASIL
TES PRESTASI BELAJAR
SISWA KELAS VIII B
NO |
NAMA |
Sblm Tind |
Siklus I |
Siklus II |
1 |
ACHMAD IQBAL RIZKY F |
70 |
70 |
80 |
2 |
ADELIA PUTRI S |
80 |
80 |
90 |
3 |
AKHMAD ALI FAUZAN |
75 |
80 |
80 |
4 |
ALIF WILDAN MOHAMMAD |
85 |
80 |
90 |
5 |
ANGGI PRASETYANA P |
75 |
80 |
80 |
6 |
ANIS NOVITA SARI |
75 |
80 |
90 |
7 |
ASYIROH KHANIFATUL A |
75 |
80 |
90 |
8 |
BELLA VERANDA |
70 |
70 |
80 |
9 |
DWI
WENDRAS CAHYO S |
80 |
80 |
90 |
10 |
ENI
STIYA NINGSIH |
85 |
80 |
80 |
11 |
ERIKA MULYANI |
75 |
80 |
80 |
12 |
GALUH NATASIA |
100 |
100 |
100 |
13 |
IFA
FAUZIAH |
55 |
60 |
70 |
14 |
IMROATUS SOLIKAH |
75 |
80 |
80 |
15 |
IRVAN ALI ROBBANI |
60 |
60 |
70 |
16 |
JODDY DHARMAWAN |
75 |
80 |
80 |
17 |
KHASANATUL MARFU AH |
75 |
80 |
90 |
18 |
KRYSMADEWI S |
70 |
80 |
90 |
19 |
LILIK ISRO ATIN |
70 |
80 |
80 |
20 |
MAHESI YUSTIKA A |
75 |
80 |
80 |
21 |
MOKH KHOIRUL SAFIDIN |
65 |
70 |
80 |
22 |
MUHAMMAD RIZAL K |
80 |
80 |
90 |
23 |
MUHAMMAD SAIFUDIN |
40 |
50 |
60 |
24 |
NABILA AFIFAH |
80 |
80 |
90 |
25 |
NABILA APRILIA |
100 |
100 |
100 |
26 |
NABILLA ESA PRADINA |
75 |
80 |
90 |
27 |
NUR
YANI |
100 |
100 |
100 |
28 |
PRAMESTHI UTOMO |
90 |
90 |
100 |
29 |
RAHMA DANTI |
80 |
80 |
90 |
30 |
RATNA TIYAH ALFIYANI |
70 |
80 |
80 |
31 |
REINAL FASALINO |
90 |
90 |
90 |
32 |
RISWANA MAULIDAH |
90 |
90 |
100 |
33 |
ULIN NUHA MEIDIYANTI |
100 |
100 |
100 |
34 |
UMI
FAIZATUS S |
85 |
80 |
90 |
35 |
VANYA SAFIRA TYOSA |
100 |
100 |
100 |
36 |
WULAN OCTAVIANI |
85 |
80 |
90 |
|
RATA-RATA |
78,6 |
80,8 |
86,7 |
|
JUMLAH SISWA TUNTAS |
28 |
30 |
33 |
|
JUMLAH SISWA TIDAK
TUNTAS |
8 |
6 |
3 |
|
JUMLAH SISWA TUNTAS
(%) |
77,8 |
83,3 |
94.4 |
|
JUMLAH SISWA TIDAK
TUNTAS (%) |
22,2 |
16,7 |
5.6 |
REKAPITULASI HASIL OBSERVASI PROSES
PEMBELAJARAN
Sebelum Tindakan
Data ini untuk mencatat kualitas proses pembelajaran Arti angka-angka :
5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, dan 1 =
sangat kurang.
NO |
INDIKATOR |
SKOR |
||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
||
|
Suasana Pembelajaran Yang menyenangkan |
|
|
|
|
|
1. |
Apakah siswa belajar dengan gembira ? |
V |
|
|
|
|
2. |
Apakah siswa bersikap akrab dengan guru? |
V |
|
|
|
|
3. |
Apakah siswa belajar tanpa kelihatan tertekan ? |
|
V |
|
|
|
4. |
Apakah siswa bersikap akrab dengan sesama siswa ? |
|
V |
|
|
|
5. |
Apakah siswa dapat
bersikap terbuka dengan
guru.? |
V |
|
|
|
|
|
JUMLAH SKOR |
3 |
4 |
|
0 |
0 |
7 |
||||||
|
Kualitas Suasana Pembelajaran = Total Jumlah Skor = 7 = 1,40 Jumlah Item 5 Kriteria Kualitas = Kurang |
|||||
|
Tanggung Jawab |
|
|
|
|
|
1. |
Apakah anak memiliki rasa tanggung jawab
dalam mengerjakan tugas ? |
V |
|
|
|
|
2 |
Apakah siswa mengerjakan tugas sesuai dengan
yang ditugaskan .? |
|
V |
|
|
|
3 |
Apakah siswa mempersiapkan alat-alat pembelajaran dengan baik. |
V |
|
|
|
|
4 |
Bagaimanakah antusias siswa
dalam mengerjakan tugas. |
V |
|
|
|
|
5 |
Apakah siswa tepat
waktu dalam mengerjakan tugas
? |
|
V |
|
|
|
|
Jumlah Skor |
3 |
4 |
0 |
0 |
0 |
7 |
||||||
|
Kualitas Suasana Pembelajaran = Total Jumlah Skor = 7 = 1,40 Jumlah Item 5 Kriteria Kualitas = Kurang |
|||||
|
Percaya Diri |
|
|
|
|
|
1 |
Apakah suasana pembelajaran mendorong siswa untuk percata diri ? |
|
V |
|
|
|
2. |
Apakah siswa berani
untuk mengajukan pendapat. |
|
V |
|
|
|
3. |
Bagaimana kualitas pertanyaan / jawaban yang muncul ? |
|
V |
|
|
|
|
Jumlah Skor |
0 |
6 |
0 |
0 |
0 |
6 |
||||||
|
Kualitas Keberanian Berekspresi = Total Jumlah Skor = 6 = 2.00 Jumlah Item 3 |
|
Kriteria Kualitas = Cukup |
|||||
|
Fokus Kegiatan |
|
|
|
|
|
1 |
Apakah siswa lebih
banyak melakukan dalam
belajar daripada mendengarkan
ceramah ? |
|
V |
|
|
|
2 |
Apakah fokus kegiatan sudah berpindah dari
guru ke siswa ? |
|
V |
|
|
|
3 |
Apakah pengetahuan banyak diperoleh siswa
dengan mencari sendiri daripada diperoleh melalui guru. (konstruktivisme). |
|
V |
|
|
|
|
Jumlah Skor |
0 |
6 |
0 |
0 |
0 |
6 |
||||||
|
Kualitas Fokus Kegiatan = Total Jumlah Skor = 6 = 2.00 Jumlah Item 3 Kriteria Kualitas = Cukup |
|||||
|
Total Jumlah Skor |
7+7+6+6 = 26 |
REKAPITULASI HASIL OBSERVASI PROSES PEMBELAJARAN SIKLUS I
Data ini untuk mencatat kualitas proses
pembelajaran, Arti angka-angka: 5 = sangat
baik, 4 = baik, 3 = cukup,
2 = kurang, dan 1 =
sangat kurang.
NO |
INDIKATOR |
SKOR |
||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
||
|
Suasana Pembelajaran Yang menyenangkan . |
|
|
|
|
|
1. |
Apakah siswa belajar dengan gembira ? |
|
|
V |
|
|
2. |
Apakah siswa bersikap akrab dengan guru? |
|
|
V |
|
|
3. |
Apakah siswa belajar tanpa kelihatan tertekan ? |
|
|
V |
|
|
4. |
Apakah siswa bersikap akrab dengan sesama siswa ? |
|
|
V |
|
|
5. |
Apakah siswa dapat
bersikap terbuka dengan
guru.? |
|
|
V |
|
|
|
JUMLAH SKOR |
0 |
0 |
15 |
0 |
0 |
15 |
||||||
|
Kualitas Suasana Pembelajaran = Total Jumlah Skor = 15 = 3.00 Jumlah Item 5 Kriteria Kualitas = Baik |
|||||
|
Tanggung Jawab
dan Kemandirian |
|
|
|
|
|
1. |
Apakah anak memiliki rasa percata diri dalam mengerjakan tugas ? |
|
|
V |
|
|
2 |
Apakah siswa mengerjakan tugas sesuai dengan
yang ditugaskan .? |
|
|
V |
|
|
3 |
Apakah siswa mempersiapkan alat-alat pembelajaran dengan baik. |
|
|
V |
|
|
4 |
Bagaimanakah antusias siswa
dalam mengerjakan tugas. |
|
|
V |
|
|
5 |
Apakah siswa tepat
waktu dalam mengerjakan tugas
? |
|
|
V |
|
|
|
Jumlah Skor |
0 |
0 |
15 |
0 |
0 |
15 |
||||||
|
Kualitas Tanggung Jawab = Total Jumlah Skor = 15 = 3,00 Jumlah Item 5 Kriteria Kualitas = Baik |
|||||
|
Keberanian berekspresi |
|
|
|
|
|
1 |
Apakah suasana
pembelajaran mendorong siswa
untuk atau berekspresi ? |
|
|
V |
|
|
2. |
Apakah siswa berani
untuk mengajukan pendapat. |
|
|
V |
|
|
3. |
Bagaimana kualitas pertanyaan / jawaban yang muncul ? |
|
|
V |
|
|
|
Jumlah Skor |
0 |
0 |
9 |
0 |
0 |
9 |
||||||
|
Kualitas Keberanian Berekspresi = Total Jumlah Skor = 9 = 3.00 Jumlah Item 3 Kriteria Kualitas = Baik |
|
Fokus Kegiatan |
|
|
|
|
|
1 |
Apakah siswa lebih
banyak melakukan dalam
belajar daripada mendengarkan
ceramah ? |
|
|
V |
|
|
2 |
Apakah fokus kegiatan sudah berpindah dari
guru ke siswa ? |
|
|
V |
|
|
3 |
Apakah pengetahuan banyak diperoleh siswa dengan mencari sendiri daripada diperoleh melalui guru. (konstruktivisme). |
|
|
V |
|
|
|
Jumlah Skor |
0 |
0 |
9 |
0 |
0 |
9 |
||||||
|
Kualitas Fokus Kegiatan = Total Jumlah Skor = 9 = 3 Jumlah Item 3 Kriteria Kualitas = Baik |
|||||
|
Total Jumlah Skor |
15+15+9+9 = 48 |
REKAPITULASI HASIL OBSERVASI PROSES PEMBELAJARAN SIKLUS II
Data ini untuk mencatat kualitas proses
pembelajaran . Arti angka-angka : 5 = sangat
baik, 4 = baik, 3 = cukup, 2
= kurang, dan 1 = sangat
kurang.
NO |
INDIKATOR |
SKOR |
||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
||
|
Suasana Pembelajaran Yang menyenangkan . |
|
|
|
|
|
1. |
Apakah siswa belajar dengan gembira ? |
|
|
|
|
V |
2. |
Apakah siswa bersikap akrab dengan guru? |
|
|
|
|
V |
3. |
Apakah siswa belajar tanpa kelihatan tertekan ? |
|
|
|
|
V |
4. |
Apakah siswa bersikap akrab dengan sesama siswa ? |
|
|
|
V |
|
5. |
Apakah siswa dapat
bersikap terbuka dengan
guru.? |
|
|
|
|
V |
|
JUMLAH SKOR |
0 |
0 |
0 |
4 |
20 |
24 |
||||||
|
Kualitas Suasana Pembelajaran = Total Jumlah Skor = 24 = 4.80 Jumlah Item 5 Kriteria Kualitas = Sangat Baik |
|||||
|
Tanggung Jawab
dan Kemandirian |
|
|
|
|
|
1. |
Apakah anak memiliki rasa percaya diri dalam mengerjakan tugas ? |
|
|
|
V |
|
2 |
Apakah siswa mengerjakan tugas sesuai dengan
yang ditugaskan .? |
|
|
|
|
V |
3 |
Apakah siswa mempersiapkan alat-alat pembelajaran dengan baik. |
|
|
|
|
V |
4 |
Bagaimanakah antusias siswa
dalam mengerjakan tugas. |
|
|
|
|
V |
5 |
Apakah siswa tepat
waktu dalam mengerjakan tugas
? |
|
|
|
|
V |
|
Jumlah Skor |
0 |
0 |
0 |
4 |
20 |
24 |
||||||
|
Kualitas Tanggung Jawab = Total Jumlah Skor = 24 = 4.80 Jumlah Item 5 Kriteria Kualitas = Sangat Baik |
|||||
|
Keberanian berekspresi |
|
|
|
|
|
1 |
Apakah suasana
pembelajaran mendorong siswa
untuk atau berekspresi ? |
|
|
|
V |
|
2. |
Apakah siswa berani untuk mengajukan pendapat. |
|
|
|
V |
|
3. |
Bagaimana kualitas pertanyaan / jawaban yang muncul ? |
|
|
|
V |
|
|
Jumlah Skor |
0 |
0 |
0 |
12 |
0 |
12 |
||||||
|
Kualitas Keberanian Berekspresi = Total Jumlah Skor = 12 = 4.00 Jumlah Item 3 Kriteria Kualitas = Sangat Baik |
|
Fokus Kegiatan |
|
|
|
|
|
1 |
Apakah siswa lebih
banyak melakukan dalam
belajar daripada mendengarkan
ceramah ? |
|
|
|
V |
|
2 |
Apakah fokus kegiatan sudah berpindah dari
guru ke siswa ? |
|
|
|
V |
|
3 |
Apakah pengetahuan banyak diperoleh siswa dengan mencari sendiri daripada diperoleh melalui guru. (konstruktivisme). |
|
|
|
V |
|
|
Jumlah
Skor |
0 |
0 |
0 |
12 |
0 |
12 |
||||||
|
Kualitas Fokus Kegiatan = Total Jumlah Skor = 12 = 4.00 Jumlah Item 3 Kriteria Kualitas = Sangat Baik |
|||||
|
Total Jumlah Skor |
24+24+12+12=72 |
KUALITAS HASIL PEMBELAJARAN DENGAN METODE THINK PAIR SHARE
Data ini untuk mencatat
kualitas Hasil Think Pair Share
Arti : 5 = sangat
baik, 4 = baik, 3 = cukup,
2 = kurang, dan 1 = sangat kurang.
NO |
INDIKATOR |
SKOR |
||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
||
1. |
Apakah metode Think Pair Share sesuai dengan materi
pembelajaran ? |
|
|
|
X |
|
2. |
Apakah siswa
memahami metode Think Pair Share ? |
|
|
X |
|
|
3 |
Apakah informasi yang disampaikan cukup lengkap? |
|
|
X |
|
|
4. |
Apakah Think Pair Share
mudah dipahami oleh
siswa ? |
|
|
X |
|
|
5. |
Apakah dengan Think Pair
Share pembelajaran menjadi menarik ?. |
|
|
X |
|
|
|
Jumlah Skor |
|
|
12 |
4 |
|
|
Nilai Hasil TPS = --------------- =
Tabel 1
Data Sebelum Perlakuan
Nilai |
Frekuensi |
Persentase |
<=70 |
9 |
25,0 |
75 |
10 |
27,8 |
80 |
5 |
13,9 |
85 |
4 |
11,1 |
90 |
3 |
8,3 |
100 |
5 |
13,9 |
Jumlah |
36 |
100,0 |
Tabel 2
Kualitas proses
pembelajaran sebelum tindakan
NO |
ASPEK |
SKOR |
KUALITAS |
1. |
Suasana Pembelajaran |
1.40 |
Kurang |
2. |
Tanggung Jawab |
1.40 |
Kurang |
3. |
Rasa percaya diri |
2.00 |
Cukup |
4. |
Fokus Kegiatan |
2.00 |
Cukup |
|
Rata-Rata Nilai
Kualitas Proses Pembelajaran |
1.625 |
Kurang |
Tabel 3
Prestasi Belajar Siklus I
Nilai |
Frekuensi |
Persentase |
<=70 |
6 |
16,7 |
80 |
22 |
61,1 |
90 |
3 |
8,3 |
100 |
5 |
13,9 |
Jumlah |
36 |
100,0 |
Tabel 4
Kualitas proses
pembelajaran siklus I
NO |
ASPEK |
SKOR |
KUALITAS |
1. |
Suasana Pembelajaran |
3.00 |
Baik |
2. |
Tanggung Jawab |
3.00 |
Baik |
3. |
Rasa Percaya Diri |
3.00 |
Baik |
4. |
Fokus Kegiatan |
3.00 |
Baik |
|
Rata-Rata Nilai
Kualitas Proses Pembelajaran |
3.00 |
Baik |
Tabel 5 Prestasi Belajar
Siklus II
Nilai |
Frekuensi |
Persentase |
<=70 |
3 |
8,3 |
80 |
12 |
33,3 |
90 |
14 |
38,9 |
100 |
7 |
19,4 |
Jumlah |
36 |
100,0 |

Tabel 6
Kualitas Pembelajaran Siklus II
NO |
ASPEK |
SKOR |
KUALITAS |
1. |
Suasana Pembelajaran |
4.80 |
Sangat Baik |
2. |
Tanggung Jawab |
4.80 |
Sangat Baik |
3. |
Rasa Percaya Diri |
4.00 |
Sangat Baik |
4. |
Fokus Kegiatan |
4.00 |
Sangat Baik |
|
Rata-Rata Nilai
Kualitas Proses pembelajaran |
4.5 |
Sangat Baik |
Tabel
7 Rekapitulasi Prestasi Belajar
Kriteria |
Sebelum Tindakan |
Siklus I |
Siklus II |
Jumlah Siswa |
36 |
36 |
36 |
Nilai Rata-Rata Kelas |
78,6 |
80,8 |
86,7 |
Jumlah Siswa Tuntas |
28 |
30 |
33 |
Jumlah Siswa Tidak Tuntas |
8 |
6 |
3 |
Tabel 8
Rekapitulasi Kualitas
Pembelajaran
NO |
ASPEK |
Sebelum Tindakan |
SiklusI |
Siklus II |
1 |
Suasana Pembelajaran |
1.40 |
3.00 |
4.80 |
2. |
Tanggung Jawab |
1.40 |
3.00 |
4.80 |
3. |
Rasa percaya diri |
2.00 |
3.00 |
4.00 |
4. |
Fokus Kegiatan |
2.00 |
3.00 |
4.00 |
|
Nilai rata-rata Kualitas pembelajaran |
1.625 |
3.00 |
4.50 |
|
Kualifikasi Kualitas |
Kurang |
Baik |
Sangat Baik |
HASIL ANGKET
*
Pendapat siswa tentang
:
pembelajaran dengan
menggunakan Think Pair Share
Bagaimana tanggapan kamu tentang metode pembelajaran dengan menggunakan Think Pair Share sebagai metode pembelajaran Matematika yang digunakan di kelas kalian . Isilah kolom–kolom sikap yang tersedia dengan dengan memberikan tanda X , isilah dengan Jujur dan apa adanya . Angket ini tidak akan mempengaruhi nilai anda.
Keterangan : SS = Sangat Setuju, S
= Setuju, TT = Tidak Tahu, TS = Tidak Setuju, STS =
Sangat Tidak Setuju.
* Diadaptasi dari Pengolahan Data Hasil Belajar,
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2004
NO |
Pernyataan |
Sikap |
||||
A |
Proses Pembelajaran |
Sangat Setuju |
Setuju |
Tidak Tahu |
Tidak Setuju |
Sangat Tidak Setuju |
1 |
Metode ini
membuat proses pembelajaran yang
menyenangkan |
100% |
0 |
0 |
0 |
0 |
2. |
Metode ini
membuat saya senang mengikuti pembelajaran Matematika |
100 % |
0 |
0 |
0 |
0 |
B. |
Penguasaan materi |
|
|
|
|
|
1 |
Metode ini membuat
saya lebih mudah memahami materi pelajaran. |
100 % |
0 |
0 |
0 |
0 |
2 |
Metode ini tidak
sulit
saya kerjakan. |
100% |
0 |
0 |
0 |
0 |
CONTOH HASIL WAWANCARA
1. Apakah anda merasa senang mengikuti pembelajaran dengan metode Think
Pair Share ?
“ Ya, saya merasa senang .”
2.
Apakah pembelajaran dengan Think Pair Share menpermudah pemahaman terhadap materi pembelajaran ?
“ Ya , karena pembelajaran dengan Think Pair Share lebih jelas, singkat namun mendetail ”.
3. Apakah merasa kesulitan dalam pembelajaran dengan Think
Pair Share ?
“ Saya tidak merasa kesulitan karena pembelajaran dengan Think
Pair Share , justru mempermudah untuk lebih cepat memahami maksud pelajaran tersebut .”
4. Apakah pembelajaran dengan Think Pair Share meningkatkan rasa
percaya diri anda ?
“ Think Pair Share membuat
saya lebih percaya diri, karena Think
Pair Share mengajarkan kita untuk berbicara, mengemukakan pendapat, berdiskusi secara langsung dengan guru
maupun dengan teman-teman “.
5.
Apakah
menurut anda pembelajaran dengan
menggunakan Think Pair Share perlu dilanjutkan ?
“ Ya, karena menurut saya metode Think Pair Share sangat
baik untuk melatih kreativitas dan
rasa percaya diri, dan murid-murid pun menjadi
bersemangat dan tampak lebih aktif
dalam mengikuti pelajaran .”
Tidak ada komentar