hukum Opini

ANCAMAN NYATA DALAM JANTUNG NEGARA

Juli 02, 2024
0 Komentar
Beranda
hukum
Opini
ANCAMAN NYATA DALAM JANTUNG NEGARA
Penulis bersama Pengungsi Rohingnya, isterinya WNI di penampungan Kuningan Jakarta Selatan

Oleh : Dodi Karnida
Judi online (judol), pinjaman online (pinjol), dan penipuan online (penol) yg merupakan ancaman bagi masyarakat akhir-akhir ini, diyakini dikendalikan dari luar negeri yaitu dari Kamboja dan Filipina.
 
Serangan atas pertahanan etika, mental, moral dan ekonomi masyarakat Indonesia di seantero pelosok dunia itu baru menarik perhatian pemerintah baru-baru ini setelah banyak kasus yg miris melanda masyarakat.
 
Anak-anak banyak yg bermain game online
 
Anak dewasa, remaja, orang tua, kepala daerah, anggota DPR, DPRD Kabupaten/Kota/Provinsi, Aparatus Sipil Negara (ASN), Aparat Penegak Hukum (APH); banyak yg ketagihan bermain judol seraya terlilit pinjol. 

Tidak sedikit yg bunuh diri karenanya dan ada juga polisi wanita membakar suaminya (polisi) sampai mati karena istrinya tersulut emosi oleh suaminya yg kecanduan bermain judol sehingga gaji untuk menghidupi 2 bayi kembarnya, bablas hampir tak berbekas.

Masyarakat lainnya banyak yg terlilit pinjol bahkan Indo Farma yg merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga dicengkeram pinjol. 

Tetapi sebaliknya, Universitas Gajah Mada (UGM) baru-baru ini akan bekerjasama dengan lembaga pinjol untuk pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswanya.

Proses ancaman dari industri online di atas, diyakini dioperasikan, dan dikembangkan oleh puluhan ribu WNI yg bekerja di Kamboja dan Filipina.

Sudah banyak berita terkait hal tersebut  termasuk opini yg telah saya terbitkan pada bulan Oktober 2023 yaitu "Jeritan WNI Terjerat di Perbatasan Thailand - Kamboja", "Noda Hitam Putih Di Perbatasan Negara", "Mendesak, Kerjasama Keimigrasian Indonesia-Kamboja" dan "2-3 Tahun di Kamboja, Rumah Rp. 1 Miliar Dapat Dimiliki".

Pada saat yg hampir bersamaan, baru-baru ini terdapat serangan atas pertahanan pusat siber kita sehingga ada yg menarasikan bahwa, "jantung, ginjal dan hati pertahanan data digital masyarakat dan pemerintah kita, sejak Kamis (20/06/24) telah dilumpuhkan peretas.  Peretasnya (hacker) bisa dari kalangan domestik, orang luar atau mungkin dari orang dalam yg punya kepentingan tertentu misalnya mau melenyapkan data dan informasi orang-orang kotor seperti koruptor.
 
Akibatnya data digital tersebut menjadi mangkrak, terduduk, tidak dapat diakses padahal menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada tahun 2024 ini anggaran untuk Pusat Datan Nasional (PDN) tersebut telah digelontorkan sebanyak Rp. 700 Milyar.
 
Selain ancaman di atas, ancaman lainnya, berupa ancaman atas kedaulatan Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Ipoleksosbudhankamrata) kita, telah hadir langsung di jantung ibukota negara yaitu keberadaan para pengungsi internasional.

Sepengetahuan penulis, pengungsi internasional itu ialah mereka yg telah mendapatkan Attestation Letter (AL) atau Kartu Pengungsi (KP) dari Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR). 

Adapun hal-hal yg terkait dengan para pengungsi itu antara lain : 

1. AL atau KP dikeluarkan kepada mereka yg telah menyatakan diri sebagai pencari suaka (Asylum Seeker) dan telah lulus verifikasi yg dilakukan oleh UNHCR sehingga mereka mendapatkan status sebagai pengungsi (refugee).

2. Dalam proses verifikasi, UNHCR a. melakukannya sendiri tanpa melibatkan instansi negara  kita seperti imigrasi, kementerian luar negeri dan TNI Polri, b. Tidak mensyaratkan harus memiliki paspor dan atau memiliki izin tinggal yg resmi dari imigrasi c. Tidak mempersoalkan apakah mereka masuk ke wilayah Indonesia secara resmi (legal) atau secara tidak resmi (ilegal entry).

3. Jika para pemegang AL atau KP melakukan pelanggaran hukum, mereka dapat ditindak, diadili tetapi setelahnya tidak dapat dideportasi jika AL atau KP yg dimilikinya masih berlaku/belum dibatalkan oleh UNHCR.

4. Pengungsi Reguler (PR), pada waktu dulu biaya kehidupannya ditanggung oleh International Organization for Migration (IOM) yg sumber biayanya berasal dari beberapa negara donor. Maksud negara donor membiayainya yaitu dalam rangka proses seleksi terhadap mereka agar pengungsi yg memiliki potensi yg berkualitas saja yg boleh masuk ke negara pendonor.

5. Pengungsi Mandiri (PM), biaya kehidupannya ditanggung sendiri atau dibiayai dari keluarganya yg ada di luar Indonesia. Mungkin ada juga yg dibiayai masyarakat atau kelompok masyarakat dari dalam negeri sendiri. Tetapi harus diingat, bahwa ketika ada unsur masyarakat dalam negeri yg membantu mereka, maka dapat diartikan bahwa para donator itu sedang menyebarkan undangan untuk pengungsi di dalam negeri maupun calon pengungsi di luar negeri, guna mendatangi para donatur itu di wilayah Indonesia.

6. Pengungsi Rejected (PRd), yaitu telah menyatakan diri sebagai pengungsi tetapi UNHCR tidak mengeluarkan AL atau KP karena mereka dinyatakan tidak lulus verifikasi sebagai pengungsi, misalnya tidak ada ancaman yg signifikan terhadap jiwanya ketika tetap tinggal di negaranya. Kalau sudah Rejected sebanyak 4 kali, maka permohonan mereka selanjutnya, tidak akan digubris lagi oleh UNHCR dan mereka berstatus sebagai imigran gelap (ilegal migrant) sehingga imigrasi harus segera melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) untuk melakukan pedetensian di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) dan kemudian mendeportasikannya serta memasukkan nama-nama mereka ke dalam Daftar Penangkalan (Tangkal/Black List).

7. Kegiatan para pengungsi itu macam-macam. Ada yg hanya buang waktu menunggu undangan dari negara ketiga, berjualan makanan khas mereka, melakukan perniagaan tanpa izin, tidak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) sehingga tidak membayar pajak/retribusi, menjadi jurnalis internasional, mengajar bahasa asing, tukang potong rambut, membuat laporan intelijen bagi tuannya, mengemis dan lain-lain.

8. Sebenarnya kita bukan negara pihak pada Konvensi  Pengungsi 1951 dan Protokol Tambahannya tahun 1967 sehingga kita tidak memiliki kewajiban untuk melakukan penanganan bagi pengungsi dan pencari suaka dari luar negeri. Hanya saja karena mereka sudah terlanjur berada di wilayah kita bahkan di jantung ibukota negara, maka mau tidak mau kementerian atau lembaga negara harus pro aktif meresponnya sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.

9. Imigrasi yg bertanggungjawab atas orang asing yg tidak memiliki izin tinggal yg sah dari imigrasi atau izin dari kementerian luar negeri; tidak dapat mendeportasi mereka para pemegang AL atau KP begitu saja tanpa kordinasi dengan UNHCR. Imigrasi hanya bisa mendeportasi secara mandiri terhadap para PRd.

10. Proses pendeportasian itu bukan sesuatu hal yg mudah. Berkas yg harus disediakan untuk pendeportasian antara lain paspor (dikeluarkan dari kedutaan mereka), Exit Permit Only (EPO) dari imigrasi, tiket sampai ke negara tujuan, surat pengantar dari UNHCR jika diperlukan, persetujuan dari perusahaan penerbangan yg akan membawanya terbang, petugas pengawal/pengamanan jika diperlukan.

11. Pemda yg mengeluarkan dan mengawasi Peraturan Daerah, bisa saja menindak pengungsi yg melakukan pelanggaran atas suatu Perda tetapi setelah sanksi ditunaikan,  pengungsi itu akan dilepaskan begitu saja atau diserahkan kepada imigrasi;

12. Demikian juga jika pengungsi itu dalam pemeriksaan atau pengawasan Polri, petugas Rumah Tahanan Negara (Rutan) atau pegawai Lembaga Pemasyarakatan (LP), jika proses yg diperlukan sudah tuntas, mereka diserahkan ke imigrasi atau dilepaskannya begitu saja. 

13. Jika diantara mereka merasa tidak ada harapan untuk diberangkatkan ke negara ketiga, sudah tidak betah tinggal di Indonesia kemudian mereka ingin pulang kampung ke negaranya, ada fasilitas Pemulangan Secara Sukarela (Assisted Voluntery Return)/AVR. IOM biasanya membantu mereka dalam hal penerbitan paspor dari kedutaannya, menyediakan tiket jika mereka tidak mampu, menyediakan uang transportasi dari bandara internasional di negaranya sampai kampung halamannya. Adakalanya IOM memberikan modal juga untuk mereka membuka usaha dalam rangka mencari nafkah untuk kehidupan berikutnya. Modal kerja yg diberikan itu bisa sampai bulan ketiga.

14. Jika kondisi pengungsi di dalam negeri yg jumlahnya kita tidak tahu itu terus seperti saat ini apalagi jika semakin banyak yg baru masuk sementara yg ditempatkan di negara lain jumlahnya kecil, maka hari demi hari, ancaman yg berasal dari pengungsi internasional akan semakin membesar atau masif. "Ancaman" yg terakhir mereka lakukan saat ini yaitu ketika mereka mendirikan tenda-tenda di depan Gedung UNHCR di kawasan Kuningan Jakarta Selatan sehingga kata Heru Pejabat Gubernur DKI, hal tersebut, "telah mengganggu estetika kota", katanya Senin (01/07/2024).

15. Penempatan pengungsi ke negara penerima bukan hal yg mudah. Negara penerima menentukan kuota jumlah penempatan per tahun dan kriteria pengungsi yg akan diundang. Akibatnya instansi apapun juga di Indonesia, tidak dapat menekan UNHCR atau negara penerima untuk mempercepat proses penempatan mereka.

16. Keberadaan UNHCR seharusnya sangat mengusik kita khususnya dalam hal penentuan seseorang sebagai pengungsi. AL atau KP produk UNHCR seolah sebagai kartu sakti bagi ilegal migran untuk tinggal dan berkegiatan di Indonesia walaupun mereka tidak memiliki izin dari imigrasi. Dalam hal tersebut, UNHCR ibarat  negara dalam NKRI sehingga keberadaannya harus dikendalikan sepenuhnya.

(Dodi Karnida HA., Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan Tahun 2020-2021).

Tidak ada komentar