Rekayasa keuangan Jiwasraya tindakan kriminal dan harus diusut tuntas
Jakarta,Teropongtimeindonesia.com - Jaksa Agung telah menetapkan 5 tersangka Kasus gagal bayar asuransi jiwasraya, dan saat ini telah berproses ke tahap penyidikan pokok perkaranya, ini murni kriminal dan harus di usut tuntas, namun tidak hanya para direksi dan pengusaha saja yang di jadikan tersangka, Sejumlah pengamat berpendapat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mesti bertanggung jawab penuh atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait laba semu atau rekayasa laba yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sejak 2006.
Menurut Pembina ABI (Advokat Bangsa Indonesia) dan LPKAN (Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara) Wibisono,SH,MH mengungkapkan bahwa seluruh pejabat OJK dari awal terbentuk harus diperiksa. Sebab, sebagai regulator jasa keuangan, seharusnya OJK sudah mendeteksi hal tersebut sejak awal dan melakukan tindakan serius.
"OJK harus bertanggung jawab penuh, semua komisioner harus diperiksa,dan di usut tuntas," ujar wibi menyatakan ke awak media di jakarta selasa sore (21/1/20).
Lanjut Wibi, OJK juga meloloskan Jiwasraya menerbitkan produk saving plan, padahal produk saving plan seharusnya hanya bisa dirilis perusahaan asuransi yang sehat keuangannya.
"OJK harus bertanggung jawab karena mereka yang mengizinkan penerbitan saving plan juga, produk ini telah menipu masyarakat dengan dalih asuransi plus investasi," terang wibi
Seperti kita ketahui, Jiwasraya menerbitkan produk saving plan pada 2013 lalu. Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengakui produk itu menjadi salah satu yang membuat keuangan perusahaan terus merosot.
Sebab, produk saving plan menawarkan bunga di atas deposito atau sekitar 9 persen hingga 13 persen dengan pencairan setiap tahun. Hal ini membuat likuiditas Jiwasraya terganggu.
"Pada 2013 sampai September 2018 selalu dibayar klaim jatuh tempo, bunga dan pokok. Tapi perusahaan akhirnya tidak sanggup bayar pada Oktober 2018," tutur Hexana.
"Skandal Jiwasraya rekayasa keuangan yang semu, laba biasanya dilakukan perusahaan pelat merah demi mendapatkan penilaian positif dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," ungkap wibi
Dalam hal ini Direksi Jiwasraya melakukan cara kongkalikong dengan pengusaha yang dikenal suka goreng goreng saham, demi meraih keuntungan bagi segelintir pihak. Untuk itu, dalam hal ini perlu ditelisik lebih lanjut oleh BPK.
Sementara, Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menyatakan bukan hanya OJK yang harus diperiksa oleh BPK, tapi juga seluruh kantor akuntan publik (KAP) yang mengaudit laporan keuangan Jiwasraya.
Menurut laporan Per September 2019, manajemen Jiwasraya menyebut ekuitas perseroan negatif sebesar Rp23,92 triliun. Sebab, liabilitas perseroan mencapai Rp49,6 triliun, sedangkan asetnya hanya Rp25,68 triliun.
Penundaan pembayaran klaim jatuh tempo, akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat dengan industri asuransi. Terlebih, jika pemegang polis hanya diberikan 'janji manis' tanpa kepastian terkait pembayaran klaim tersebut.
"Rekayasa keuangan laba semu oleh direksi jiwasraya, dan kerugian Rp 13.7 trilyun jelas kejahatan keuangan terbesar di indonesia saat ini, makanya harus ada tindakan konkret dan tegakkan hukum, jangan di bawa ke ranah politik,ini kriminal murni," tandas wibi
Sebelumnya, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyatakan laba Jiwasraya sejak 2006 semu. Sebab, raupan laba itu diperoleh karena rekayasa laporan keuangan (window dressing).
Kemudian, pada 2017 perusahaan memperoleh laba Rp2,4 triliun tetapi tidak wajar karena ada kecurangan pencadangan Rp7,7 triliun. Lalu, pada 2018 perusahaan merugi Rp15,3 triliun.
"Meski sejak 2006 perusahaan masih laba tapi laba itu laba semu sebagai akibat rekayasa akuntansi atau window dressing," pungkas Agung.(Redaksi)


Tidak ada komentar