Beranda
hukum
Internasional
Opini
Politik
MENGAPA SUU KYI TIDAK MAU TERIMA NOBEL DI SWEDIA ?
Bersama Binali Yildirim Perdana Menteri Turki (2016-2018) yg selalu membela rakyat Palestina.

Oleh : Dodi Karnida
Aung Sang Suu Kyi, lahir di Rangoon (19/06/2945) ialah seorang politikus, diplomat, penulis dan penerima Hadiah Nobel Perdamaian Burma tahun 1991.

Menjabat sebagai penasihat negara Myanmar (setara dengan perdana menteri) dan menteri luar negeri dari tahun 2016 hingga 2021. Ia pernah menjadi Sekretaris Jenderal Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) sejak partai ini didirikan pada tahun 1988 dan terdaftar sebagai ketuanya ketika masih menjadi partai sah pada tahun 2011 hingga 2023. 

Puteri bungsu dari Aung San, Bapak Bangsa Myanmar Modern dan Khin Kyi ini, setelah lulus dari Universitas Delhi pada tahun 1964 dan St. Hugh's College, Oxford, tahun 1968 bekerja di Perserikatan Bangsa-Bangsa selama tiga tahun. 

Ia menjadi terkenal dalam Pemberontakan 8888 (08/08/1988), kemudian menjadi Sekretaris Jenderal NLD yg baru dibentuknya dengan bantuan beberapa pensiunan pejabat militer yang mengkritik junta militer.

Pada Pemilu 1990, NLD memenangkan 81% kursi di parlemen namun hasilnya dibatalkan karena pemerintahan militer (Dewan Perdamaian dan Pembangunan Negara–SPDC) menolak menyerahkan kekuasaan, sehingga menimbulkan protes internasional. 

Dia telah ditahan sebelum pemilu dan tetap berada di bawah tahanan rumah selama hampir 15 dari 21 tahun dari tahun 1989 hingga 2010, dan menjadi salah satu tahanan politik paling terkemuka di dunia.

Suu Kyi diberi nobel perdamaian pada tahun 1991. Namun dia tak bisa menerima penghargaan dunia itu karena ditahan oleh lawan politiknya, dia diancam tak akan bisa kembali lagi ke Myanmar bila tetap nekat menerima nobel. Akhirnya Michael Aris, suami Suu Kyi dan kedua anak laki-lakinya yang mewakili.

Lalu mengapa Mesir enggan untuk menerima pengungsi Palestina? 

Mesir tidak ingin para pengungsi ini menjadi beban tambahan bagi urusan domestik negaranya. Semakin banyak pengungsi yg masuk, semakin banyak sumber daya yg dikerahkan untuk mengurus mereka.

Apalagi jika pada pada akhirnya para pengungsi tersebut enggan untuk dipulang, karena bagi para pengungsi Palestina; tidak ada tanah air untuk kembali. Semboyan ini sama dengan semboyan bagi para pengungsi Rohingnya.

Mengapa para pengungsi Palestina tak pernah kembali ke tanah asal mereka ?

Israel pasti akan menolak para pengungsi yg akan kembali. Israel khawatir hal ini akan menjadi ancaman di masa depan, di mana populasi Yahudi mereka akan tergerus secara jumlah oleh orang Palestina.

Menerima pengungsi Palestina sama dengan mengubur cita-cita Palestina merdeka. 

Demikian salah satu alasan yang menjadi concern Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi adalah dengan membuka pintu gerbang perbatasan untuk menerima pengungsi Palestina, maka secara tak langsung Mesir menjadi penggerak (enabler) bagi Israel untuk mengosongkan Gaza dan menggantinya dengan populasi Yahudi di kemudian hari.

Dengan begitu, cita-cita rakyat Palestina untuk memiliki negara yang berdaulat di tanah mereka sendiri akan sirna.

Pemerintah kita melalui presiden terpilih Prabowo Subianto telah menyampaikan komitmennya untuk melakukan misi kemanusiaan terhadap warga Palestina yg berasal dari Gaza dan Rafah berupa perawatan kesehatan terhadap 1.000 orang di dua rumah sakit pemerintah di Indonesia.

Prabowo juga menyambut baik keinginan luhur Bakal Calon Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yg akan penyediaan fasilitas pendidikan di pesantren-pesantren di Jawa Timur bagi para korban perang proses genosida di Gaza dan Rafah.

Misi kemanusiaan dimaksud itu sangatlah mulia dan masyarakat kita pasti akan mendukung pemerintah tanpa memandang suku ataupun latar belakang agama.
 
Masyarakat kita memiliki penghormatan yg tinggi atas masalah kemanusian khususnya bagi warga Gaza dan Rafah yg secara terang benderang dapat kita saksikan setiap saat ketika mereka dianiaya, dihancurkan harta bendanya bahkan dimusnahkan secara kejam.

Namun demikian, dengan segala hormat kiranya pemerintah berkenan memikirkan kembali rencana misi kemanusiaan itu jika dilakukan di dalam negeri. 

Selain harus ada Peraturan Presiden Tentang Misi Kemanusiaan Untuk Warga Palestina yg isinya mencakup juga kebijakan khusus keimigrasian (terkait dokumen perjalanan yg harus dimiliki, visa, izin masuk, izin tinggal dan biaya imigrasinya), hal lain yg harus dipikirkan secara mendalam antara lain :

1. Bagaimana 
Pembebanan anggaran bagi mereka. Apakah akan dibebankan kepada APBN yg berarti dananya berasal dari pajak yg dipungut dari masyarakat. Atau dibebankan kepada pihak lain;

2. Berapa lama jangka waktu misi kemanusian yg dilakukan di dalam negeri itu;

3. Apakah setelah misi kemanusiaan selesai, mereka dapat kita paksa (deportasi) untuk kembali ke negaranya ?;

3. Apakah ada jaminan bahwa mereka para warga  Palestina itu dapat masuk kembali ke kampung halamannya. Jika tidak mau dan atau tidak berhasil dikembalikan ke kampung halamannya, akan ditempatkan di mana mereka dan bagaimana mengatur serta menjamin kehidupan mereka selanjutnya.

Semua elemen msyarakat pasti akan mendukung sepenuhnya misi kemanusiaan itu jika dilakukan di tanah Palestina itu sendiri karena resiko sosial, resiko keuangan dan politik internasional yg harus ditanggung negara dan masyarakat relatif lebih kecil. 

Penulis yakin bahwa banyak masyarakat yg bersedia untuk bergabung dalam Brigade Komposit yg telah dibentuk oleh Panglima TNI Agus Subiyanto yg wacananya juga terbuka untuk masyarakat sipil yg akan berpartisipasi dalam misi kemanusiaan di Tanah Palestina, bukan di dalam negeri kita.

(Dodi Karnida HA., Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan Tahun 2020-2021)

Tidak ada komentar